Rakryan Sancang Jawara Sajati Urang Sunda


Berburu Ke- Mulia -an Dan Ke- Suci -an Sampai Ke Jazirah Arab
Putra Mahkota Tunggal, Tak Bertahta
Rakryan/Rakeyan Sancang lahir pada tahun 591 Masehi dari rahim seorang ‘ Ibu Suci ‘ bertrah Prabu Purnawarman ( 395 – 434 M ) Bernanke Nyi Arumhonje berayah biologis Raja Tarumanagara VIII bergelar Prabu Kertawarman ( 561 – 628 M ). Sejak lahir sudah kehilangan Sang Ibu ( piatu ) dan Dia sampai meninggal tidak pernah ketemu muka dengan Sang Ayah.
Pun Dia baru tahu
seorang anak biologis tunggal seorang Raja Tarumanagara VIII begitu menginjak usia ‘ Milenial ‘ remaja dari Sang Kakek.
Berbekal sebuah Gading berlapis Emas ( tanda anak seorang Raja, ID Card khusus masuk ring Istana ) berniat menemui Ayahanda di Ibukota Tarumanagara dengan mengenderai sebuah perahu hasil karya sendiri.
[ Rute perjalanan jalur laut dari Basisir Pegunungan Sancang Pantai Selatan ( Garut ) menyusuri Laut Selatan, mengitari ujung Pulau Jawa sampai ke daerah Banten ]
Kenapa Rakryan Sancang dan Sang Ibu tidak pernah tinggal di Istana Tarumanagara ?

Prabu Kertawarman memiliki isteri dari kalangan Sudra/rakyat jelata dan mandul ( tidak bisa punya anak ). Dua hal ini menimbulkan ‘ prahara ‘ dan persoalan serius di lingkaran Istana.
Raja tidak punya Putra Mahkota yang berdampak pada estafet kepemimpinan di kemudian hari.
Sang Prabu meninggalkan Istana beberapa hari untuk menyepi dan meredakan kegundahan hati atas kondisi yang ada ke daerah sekitar Gunung ‘ Leuweung ‘ Sancang ( Basisir Laut Pantai Selatan Garut ). Bertemu dengan seorang gadis cantik jelita nan bersahaja, kemudian menikah yang hanya berlangsung selama sembilan ( 9 ) hari. Sang Isteri hamil dimana Sang Kertawarman tidak pernah tahu mempunyai anak lalaki semata mayang, Putra Mahkota Tunggal.
Prabu Kertawarman mangkat tanpa Putra Mahkota ( tersembunyi/terahasia ) dan adiknya Sudhawarman naik tahta jadi Raja Tarumanagara IX. Di kemudian hari yang meneruskan adalah menantu dari Sudhawarman.
Rakryan Sancang pernah ketemu dan bertempur adu ‘ jajaten ‘ kesaktian dengan pamannya sendiri Prabu Sudhawarman,
dimana Sang Paman kalah serta kocar kacir melarikan diri bersama pasukannya. Akhirnya mereka mengetahui sebagai kerabat antara ‘ alo ‘ keponakan dan ‘ emang ‘ paman.
Kenapa Rakryan Sancang sebagai Putra Mahkota Tunggal tidak pernah jadi Raja Tarumanagara ?
Inilah sejatinya perjalanan alamiah manusia.
Selalu ada intrik dan kepentingan atau syahwat politik yang menyertai setiap episode sebuah era kepemimpinan ( negara/kekuasaan ).
Prabu Sudharwarman [ walau tahu persis yang berhak jadi Raja Tarumanagara adalah Rakryan Sancang ]
lebih ingin sang Menantu jadi Raja Tarumanagara penerus dirinya.
Hal ini jadi alasan kuat mereka demi langgengkan kekuasaan ‘ harus ‘ dan ‘ wajib ‘ menyerang dan membumi hamguskan kekuatan Rakryan Sancang sampai ke akarnya.
Penghancur – leburan Pasantren Rakryan Sancang di sekitar daerah Pakenjeng ( Selatan Garut ) olah pasukan Tarumanagara adalah bukti nyata penyingkiran Sang Putra Mahkota Pewaris Tunggal dari ring Tahta Tarumanagara. Peristiwa ini membuat hati Sang ‘ Anak Raja ‘ dari Sancang terluka dan menderita.
[ Tidak selamanya Pewaris Tahta Sejati pemilik potensi dan kewajaran serta kepantasan layak untuk jadi pemimpin tertinggi harus jadi Raja/Prabu/Presiden/Pemimpin Tertinggi ]
Rakryan Sancang masuk Islam hasil ‘ Perburuan KeSucian dan KeBenaran Sejati ‘
Rakryan Sancang adalah sosok seorang ‘ Milenial ‘ remaja Urang Sunda yang terpola dan terbentuk sebagai pemburu multi ‘ elmu pangaweruh ‘ ilmu pengetahuan.
Elmu Kawedukan, Kanuragan dan Kadigjayaan serta elmu apapun jadi buruan sejak usia dini.
Perburuan ‘ Elmu Kadigjayaan/Kadigdayaan ‘ Sang Rakryan Sancang terhenti ketika bertemu dan bertekuk lutut di hadapan Sang Pemilik Pedang Dzulfiqor ‘ Jawara Sajati Pejuang Islam ‘ Sayyidinaa Ali bin Abi Tholib keponakan Rosulullooh Muhammad SAW.
Sebagai seorang Jawara Sajati,
Rakryan Sancang punya filosofi hidup
” lamun meunang tarung, maka saha wae jadi sahabat/sohib
lamun eleh tarung, maka saha wae bakal jadi guru “
[ Rakryan Sancang bertarung bukan untuk menganiaya, melukai apalagi ‘ mateni ‘ membunuh, tapi dia jadikan teman/sohib/sahabat.
Pun begia dia kalah, sang pemenang dia jadikan guru, bukan jadi musuh dan lawan permanen ]
Dia adalah pejuang dan petarung sejati Urang Sunda yang ‘ teguh kana janji ‘.
Mengaku kalah telak dari ‘ elmu pangaweruh ‘ Sayyidinaa Ali dan langsung berikrar Dua Kalimah Syahadat serta berguru setia padanya.
So,
Urang Sunda masuk Islam hasil dari sebuah upaya keras perburuan dan pertarungan intelektual. Alhasil prosesi masuk Islam Urang Sunda Rakryan Sancang murni hasil Duel Ilmu/Intelektual.
Bukan hasil bawaan orang/bangsa lain.
Apalagi hanya produk perenungan dan semedi.
Ke- Suci -an dan
Ke- Benar -an Sejati adalah wajib dan harus diburu dan dicari.
Wahai Urang Sunda Milenial !
Sadarlah dan bangkitlah segera untuk berjuang, bertarung dan berburu kemuliaan hidup.
Semoga Allooh kabulkan segala jejak juang dan tarung ‘ intelektual ‘ kita
aamiiin yaa mujiibassaailiiin.
Bandung, Rabu, 16 November 2022
Muhammad Zaki Mubarrok
Citizen Journalism Interdependen
cjiinterd.com
No Responses