banner 728x90

Bolehkah Bertanya dan Bolehkah Membenci ? : Cintailah Orang dan Negara Indonesia Karena Sosial Kemanusiaan !

Bolehkah Bertanya dan Bolehkah Membenci ? : Cintailah Orang dan Negara Indonesia Karena Sosial Kemanusiaan !

Pertanyaan, bagaimana jika negara yang anda tinggali terancam berubah menjadi negara tiran ?
Jika ada seseorang yang terlalu berkuasa, apakah anda akan mencoba menghentikannya ?
Bahkan jika seseorang tersebut merupakan kerabat atau orang terdekat anda ?

Itu merupakan suatu dilema yang menghantui salah seorang anggota dewan Roma di masa lalu, Marcus Junius Brutus pada 44 SM, di tahun ketika Julius Caesar berkuasa.
Urusan perlawanan ini bukan hanya permasalahan politis bagi Brutus, melainkan masalah pribadi.
Dia merupakan keturunan Lucius Junius Brutus, seseorang yang berperan dalam menurunkan Tarquin the Proud, seorang raja tirani dari tahtanya.

Bukannya mengambil tahta dan mendudukinya, Lucius Brutus mengajak rakyat untuk tidak membiarkan seorang raja untuk berkuasa. Roma di masa itu menjadi republik dengan prinsip “ tak seorang pun dapat memiliki kekuasaan yang terlalu besar. ”
Empat setengah abad kemudian, prinsip tersebut terancam.

Kebangkitan Julius Caesar sebagai ‘ Konsulat ‘ terjadi dengan begitu dramatis. Bertahun-tahun berkecimpung di militer menjadikannya pria terkaya di Roma. Setelah menaklukan Pompey the Great dalam perang saudara yang menyedihkan, kekuasaannya memuncak.

Kemenangan dan kecerdasannya, seperti dalam kebijakannya membagikan lahan kepada orang miskin, membuatnya terkenal di mata publik. Para dewan mulai mengelu-elukannya.

[ luar biasa :
membagikan lahan kepada orang miskin ]

Patung-patung mulai dibuat dan monumen serta tempat pemujaan didirikan, yang paling parah sebuah bulan dinamai ulang menjadi Juli/July. Demikianlah namanya hingga hari ini.

Julukan diktator, tadinya dimaksudkan untuk mendefinisikan kepemilikan kekuasaan darurat di masa perang, telah diberikan kepada Julius Caesar beberapa kali berturut-turut. Puncaknya, pada 44 SM, dia diangkat sebagai diktator ‘ perpetuo ‘, diktator yang masa baktinya tidak terbatas.

Hal tersebut dianggap keterlaluan bagi para dewan, yang takut kembali berkuasanya sistem monarki yang dilawan dan dimusuhi oleh para pendahulunya. Selain itu, beberapa diantara mereka juga terdapat para pemilik kekuasaan dan ambisi yang terhalang dan kepentingannya terganggu oleh aturan-aturan Caesar.

Suatu ketika, sekelompok konspirator menyebut dirinya sebagai ‘ The Liberators ‘ (para pembebas). Mereka mulai mendiskusikan pembunuhan terencana terhadap Julius Caesar secara rahasia dipimpin oleh dewan Gaius Cassius Longinus dan teman sekaligus adik iparnya, Brutus.

Bergabung dengan konspirasi ini bukan pilihan yang mudah bagi Brutus. Padahal, dahulu Brutus berada di pihak Pompey dalam perang saudara melawan Caesar. Entah atas dasar apa, Caesar secara pribadi menyelamatkan hidupnya. Bukan hanya mema’afkannya, namun juga mengangkat Brutus sebagai penasehat dan juga menempatkannya di posisi-posisi penting.

Dalam keadaannya, Brutus cukup ragu untuk melawan pria yang menyelamatkan nyawanya dan memperlakukannya seperti anak sendiri. Pada akhirnya, bujukan Longinus dan rasa takut Brutus atas ambisi Caesar membuatnya memantapkan pilihannya.

[ hal yang sama telah menimpa Soekarno yang dinobatkan sebagai Presiden Seumur Hidup pada tahun 1955 pasca Konperensi Asia Afrika ]

Sa’at yang dinantikan oleh ‘ The Liberators ‘ terjadi pada tanggal 15 Maret 44 SM. Peristiwa tersebut terjadi pada sidang dewan yang diadakan tidak lama sebelum Caesar berangkat ke kampanye militer. Sebanyak 60 konspirator mengerumuninya, mengeluarkan belati dari jubah mereka dan menusuk Caesar dari berbagai sisi.

Sebagaimana diceritakan dalam kisah sejarah,
Caesar melawan dengan sengit hingga dia melihat Brutus. Di samping kalimat terkenal “ Et tu Brute ? ” yang ditulis oleh Shakespeare, tidak diketahui pesan kematian Caesar yang sebenarnya.

Beberapa sumber kuno menyebutkan bahwa Caesar tidak mengatakan apapun, sementara sumber yang lain menyatakan Caesar mengucapkan
“ Et tu Brute ? ” atau
“ Dan kau, nak ? ”
yang memunculkan spekulasi bahwa Brutus mungkin memang merupakan anak tidak sah dari Julius Caesar.

Meski begitu, semua setuju bahwa ketika Caesar melihat Brutus diantara penyerangnya, Caesar menutupi wajahnya dan tidak melawan.
Caesar pada akhirnya ambruk setelah ditusuk sebanyak 23 kali.

Sayangnya bagi Brutus, dia dan konspirator lain tidak memperhitungkan popularitas Caesar di antara penduduk Roma. Banyak penduduk Roma yang memandang Caesar sebagai pemimpin yang efektif, sedangkan dewan merupakan sekumpulan bangsawan korup.

Pasca pembunuhan berencana terhadap Caesar, maka Roma dilanda kepanikan. Mayoritas dewan kabur keluar dari Roma, sementara itu para pembunuh (The Liberators) membarikade diri di Capitoline Hill.

Mark Anthony, teman serta salah satu konsultan Caesar segera turun tangan. Dia memberikan pidato hebat dalam pemakaman Caesar yang memecut kesedihan dan kemarahan masyarakat Roma.

[ Presiden Gus Dur pernah mengalami nasib tragis :
sangat mencintai bangsa dan negara Indonesia, tapi sangat dibenci oleh para politisi ketika jadi Presiden ]

Alhasil, ‘ The Liberators ‘ diusir keluar dari Roma. Kekosongan kekuasaan mengarah pada serangkaian perang saudara, dimana Brutus mengalami kekalahan dan kehilangan nyawanya.

Secara ironik, hasil akhirnya merupakan kebalikan dari apa yang diharapkan oleh para konspirator yaitu akhir dari sistem republik dan pemusatan kembali kekuasaan pada kekaisaran. Sejak awal cerita pembunuhan Caesar memunculkan opini-opini yang berbeda dan terus berlanjut demikian hingga hari ini.

CImahi, Sabtu, 9 Januari 2021

Rizal Ul Fikri CJI

banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan