Paris Agreement : Krisis Iklim Adalah Fakta


Singkat, sederhana dan mengena.
Itulah pendapat saya terhadap kritikan Greta Thunberg terhadap pemerintah dunia dalam implementasi perjanjian internasional ‘ Paris Agreement ‘.
‘ Paris Agreement ‘ merupakan perjanjian dalam Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa – Bangsa (UNFCCC) mengenai mitigasi emisi gas rumah kaca, adaptasi dan keuangan. Perjanjian ini dinegosiasikan oleh 195 perwakilan negara-negara pada Konferensi Perubahan Iklim PBB ke 21 di Paris, Prancis.
Setelah proses negosiasi, persetujuan ini ditandatangani tepat pada peringatan Hari Bumi yakni tanggal 22 April di New York, Amerika Serikat.
Perjanjian ini diharapkan mulai efektif tahun 2020, sayangnya, hari ini 16 Desember 2020 menjelang akhir tahun 2020, implementasi dari perjanjian tersebut masih belum menunjukan hasil yang positif.
Greta mengkritisi pemerintah dunia melalui postingannya di Instagram pribadinya, @Gretathunberg pada tanggal 11 Desember 2020.
Kurang lebih, inilah pesan yang disampaikan oleh Greta dalam postingannya,
Nama saya Greta Thunberg. Saya mengajak anda untuk menjadi bagian dari solusi. Lima tahun lalu, para pemimpin dunia menandatangani ‘ Paris Agreement ‘. Mereka berjanji untuk menjaga kenaikan suhu rata-rata global agar tidak lebih dari 2 derajat celcius dan menekannya di bawah 1,5 derajat celcius untuk menjaga kondisi lingkungan dan kehidupan masa depan.
Sejak sa’at itu, banyak hal terjadi. Namun, tindakan dan hasil yang diharapkan masih belum terlihat. Kesenjangan antara apa yang perlu kita lakukan dan apa yang sebenarnya sedang dilakukan jaraknya semakin jauh setiap menit. Kita masih melaju ke arah yang salah.
5 tahun setelah ditandatanganinya ‘ Paris Agreement ‘ adalah 5 tahun terpanas (secara harfiah) yang pernah tercatat dalam sejarah.
Pada masa itu juga, bumi telah membuang emisi lebih dari 200 gigaton CO2.
Komitmen sudah dibuat, target hipotesis sudah ditetapkan dan pidato-pidato panjang sudah disampaikan. Namun, dalam urusan bertindak, kita masih bertindak dengan penyangkalan total terhadap perubahan iklim, seolah-olah perubahan iklim dan krisis iklim tidak pernah terjadi. Hal ini disebabkan karena kita banyak membuang waktu membuat penyelesaian yang tidak efektif, ditambah dengan kata-kata kosong dan perhitungan-perhitungan kreatif terkait anggaran perbaikan lingkungan.
Jika anda membaca studi ilmiah terbaik yang tersedia sa’at ini, maka anda akan menyadari bahwa krisis iklim dan krisis ekologi tidak mungkin diselesaikan tanpa adanya perubahan sistem. Itu bukan lagi opini, tapi itu adalah fakta.
Krisis iklim hanyalah sebagian kecil dari krisis keberlanjutan yang lebih besar. Sudah terlalu lama kita hidup dengan menjauhkan diri dari alam, serta menyalahgunakan planet bumi sebagai satu-satunya rumah kita. Kita hidup seakan tidak ada hari esok.
Pada tingkat emisi sa’at ini, ambang batas kita untuk mengurangi emisi CO2 dan menjaga kenaikan suhu global di tingkat 1,5 derajat celcius akan benar-benar hilang dalam waktu 7 tahun. Bahkan jauh sebelum kita mempunyai kesempatan untuk menyampaikan target 2030 atau 2050.
Meski begitu, percayalah, masih ada harapan. Masyarakat belum tersadarkan sepenuhnya. Kita tidak bisa menyelesaikan krisis tanpa memperlakukan krisis tersebut selayaknya krisis. Kita juga tidak bisa memperlakukan sesuatu sebagai krisis, kecuali kita memahami tingkat kegentingannya. Mari kita membuatnya (krisis iklim) sebagai prioritas utama.
Mari bersatu dan berbagi kesadaran akan pentingnya hal ini (krisis iklim). Di sa’at kita menyadarinya, maka pada sa’at itu pula lah kita akan bertindak.
Lalu, perubahan akan datang dan inilah solusinya.
Kita adalah harapan.
Yaa, kita sebagai manusia.
Cimahi, Rabu, 16 Desember 2020
Rizal Ul Fikri CJI
No Responses