Hari Pohon Se Dunia !


Tanggal 21 November 2020 merupakan Hari Pohon Se Dunia. Hari pohon se dunia merupakan penghormatan kepada J. Sterling Morton, seorang pecinta alam asal Amerika Serikat yang mengkampanyekan gerakan menanam pohon.
Baiknya, dalam merayakan hari pohon se dunia dilaksanakan penanaman pohon, jikapun belum bisa ikut serta dalam penanaman pohon, minimal bisa mengetahui serta memahami betapa pentingnya pohon dan utamanya pentingnya menjaga lingkungan.
Dalam upaya memahami tentang pentingnya menjaga lingkungan, saya pada hari Sabtu tanggal 21 November 2020 mengikuti webminar tentang lingkungan hidup yang berjudul
“ Telisik Gumuk Menyingkap Mitos dan Fakta ”.
Acara tersebut diselenggarakan oleh MAPENSA Universitas Negeri Jember menggunakan aplikasi zoom. Acara ini menjelaskan tentang jasa ekosistem yang diberikan oleh gumuk serta permasalahan-permasalahan dan dampak yang terjadi akibat rusaknya gumuk.
Kota Jember sendiri terkenal dengan istilah kota 1000 gumuk, cukup menyedihkan mengetahui bahwa gumuk-gumuk yang ada banyak yang telah rusak, diratakan dan beralih fungsi.
[ Gumuk adalah bukit pasir di tepi pantai ]
Acara ini menghadirkan Sukron Romadhona M.I.L. sebagai pembicara. Sukron mengawali pemaparannya dengan menyatakan bahwa dewasa ini, semakin moderen kehidupan manusia, maka manusia semakin tidak peduli terhadap lingkungan.
Hal ini mengarah kepada rusaknya lingkungan, khususnya eksploitasi gumuk yang berlebihan.
Maka dari itu, Sukron berpendapat sesegera mungkin harus dilakukan restorasi lanskap dan jasa ekosistem. Ini adalah proses jangka panjang untuk mendapatkan kembali integritas ekologis dan meningkatkan kembali kesejahteraan manusia di seluruh lanskap yang terdeforestasi dan terdegradasi.
Hal ini dilakukan untuk memperoleh manfa’at bagi manusia dari ekosistem yang terjaga. Upaya ini harus didukung oleh sinergitas tiga pilar yaitu pilar struktural (pemerintah dan kebijakan), pilar kultural (budaya dan masyarakat) dan teknis sektoral (pelayanan ekologi) untuk berfungsi strategis.
Lalu dilanjutkan dengan penjelasan tentang pentingnya gumuk. Gumuk, secara fisik merupakan bukit yang terbentuk dari proses Aeolian, hasil interaksi aliran angin dan air secara geografis, gumuk dan bukit merupakan unsur yang berbeda.
Hal yang membedakannya adalah kandungan di dalamnya. Gumuk termasuk dalam pertambangan galian C. Di dalamnya terdapat batu piring, batu pondasi, pasir dan lain-lain.
Sukron mejelaskan bahwa gumuk merupakan fenomena alam luar biasa. Secara geografis, pembentukannya memakan waktu ratusan hingga ribuan tahun. Gumuk merupakan laboratorium ekologis dan agroekosistem.
Jika dilihat dari sisi ekologi, gumuk memegang peranan penting dalam tata air tanah. Gumuk merupakan daerah serapan air dan ruang hidup keanekaragaman hayati. Selain itu, gumuk juga berfungsi sebagai pemecah angin alam alami, sehingga dapat mengurangi potensi bencana yang disebabkan oleh angin.
Selain dari masalah eksploitasi berlebihan dan alih fungsi lahan gumuk untuk permukiman, terdapat masalah lain yang sangat krusial yaitu permasalahan data. Sukron menjelaskan bahwa hingga hari ini data terkait jumlah dan lokasi aktual tentang gumuk belum ada.
Hal-hal terkait data tentang jumlah gumuk, luas wilayahnya, keadaan geografisnya dan kepemilikannya belum tersedia secara maksimal.
Adapun data terkait gumuk, data tahun 2007 menyatakan tentang data 1670 gumuk yang sudah terinventarisir dari Buku Putih Sanitasi Kabupaten Jember.
Di tahun 2016, menurut Badan Inventaris Kabupaten Jember, jumlah gumuk yang masih ada ditaksir berjumlah 600.
Melihat permasalahan tersebut, Sukron menyarankan beberapa upaya yang bisa dilakukan, yaitu :
- Berkontribusi dalam mengurangi emisi gas CO2 yang dapat menyebabkan pemanasan global
- Membuat tutupan vegetasi menyerupai struktur hutan alami dengan jenis tanaman yang bervariasi
- Membuat kebijakan kewilayahan dengan mempertimbangkan potensi lingkungan perbukitan gumuk
- Meningkatkan partisipasi masyarakat secara kelembagaan dalam pengolahan lingkungan perbukitan gumuk
- Deregulasi Perda yang tidak sesuai dengan upaya pengolahan Sumber Daya Alam secara berkelanjutan.
Selain mengundang Sukron Romadhona M.I.L. sebagai pembicara 1, acara tersebut juga mengundang Dr. Ihsannudin, S.P., M.P. atau Cak Ihsan sebagai pembicara 2.
Cak Ihsan mengawali pemaparannya dengan menjelaskan tentang perspektif lingkungan.
Janganlah kita memandang gumuk dengan perspektif antroposentris. Perspektif antroposentris menganggap bahwa apapun yang ada di dunia dan isinya diciptakan untuk kepentingan manusia. Jadi eksploitasi alam tanpa peduli dengan satwa dan kerusakan lingkungan asal demi kepentingan manusia dibenarkan menurut perspektif antroposentris.
Ada pula perspektif Ekosentris yang menganggap bahwa segala sesuatu yang ada di alam tidak boleh berubah, harus tetap lestari sesuai kondisi apa adanya. Mereka yang menganut perspektif ekologis rela berkorban dan hidup apa adanya (cenderung miskin) agar kelestarian alam tetap terjaga.
Cak Ihsan menjelaskan, kita harus seimbang, melihat permasalahan lingkungan dengan perspektif antroposentris dan ekologis. Dalam penyelesaian masalah, harus diselesaikan secara holistik, memandang permasalahan sebagai suatu sistem yang utuh dan melibatkan berbagai unsur lintas disiplin.
Jika ada unsur yang hilang, maka tidak akan berjalan dengan baik, Ekologis dan Ekonomi harus berjalan seiringan dengan asas keadilan dan keberlanjutan.
Salah satu strategi Cak Ihsan adalah dengan membuat model konservasi gumuk, meliputi perlindungan, pengawetan, pemanfa’atan dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini dimulai dengan pendayatahuan dan pelatihan keterampilan ke masyarakat.
Hal ini terkait bagaimana masyarakat bisa tetap berdaya dan berpenghasilan sejalan dengan konservasi dan perbaikan lingkungan. Dibutuhkan pengelolaan wilayah, meliputi inventarisasi, zonasi, penataan dan perlindungan agar terjadi relasi ekologi dan manusia.
Cak Ihsan menyarankan pelibatan sektor pariwisata khususnya ekowisata dapat menjadi solusi paling memungkinkan.
Berhubung penyelenggara acara ini adalah dari kelompok pecinta alam. Cak Ihsan menyampaikan agar para pecinta alam harus sering-sering melakukan eksplorasi dan kegiatan ekspedisi. Hal ini untuk melakukan pemetaan wilayah.
Jadi jangan sekedar menikmati alam, cari data tentang kondisi aktual di lingkungan, kritisi dan sosialisasikan.
Data-data tersebut jangan sampai hanya berhenti di rak dan laporan/lpj saja. Data tersebut luar biasa, professor sekalipun belum tentu punya.
Lebih bagus lagi dalam bahasa Inggris agar bisa go international. Pecinta alam harus bisa menulis, baik artikel ilmiah maupun artikel (umum) untuk mensosialisasikan.
Cak Ihsan sendiri, selain sebagai akademisi, beliau juga menulis di media-media mainstream seperti kompas dan detik.com terkait lingkungan.
Semoga, sesegera mungkin ada tindakan dan kerjasama yang baik antara akademisi, pecinta alam, pemerintah dan masyarakat terkait perbaikan lingkungan. Diharapkan bisa menghasilkan suatu model atau skema yang memberikan ‘ win win solution ‘, agar ekologi bisa berjalan seiring dengan ekonomi.
Akhir kata, Selamat Hari Pohon Se Dunia !
Cimahi, Sabtu, 21 November 2020
Rizal Ul Fikri CJI
No Responses