banner 728x90

Kang Dede Sang Petani : Saya Kudu Beunghar !

Kang Dede Sang Petani : Saya Kudu Beunghar !

Sebagai orang pariwisata, juga sebagai jurnalis, saya percaya bahwa kemampuan navigasi dan membaca peta merupakan keahlian yang penting. Hal tersebut karena orang pariwisata dan jurnalis mempunyai mobilitas yang tinggi. Dalam satu hari bisa ada beberapa tempat yang harus dituju, jaraknya pun bervariasi, bisa dalam kota bisa luar kota, bergantung situasi, kondisi, niat dan kemampuan.

Pada hari Rabu, 11 November 2020, saya bersama CEO CJI melakukan perjalanan ke daerah Tarumajaya, Desa Kertasari, Kabupaten Bandung. Wilayah tersebut berada di dekat kawasan Situ Cisanti Gunung Wayang, yang merupakan titik 0 Sungai Citarum.

[ hulu Situ Cisanti dan Sungai Citarum ]

Dalam setiap perjalanan ke daerah Situ Cisanti dari arah Cimahi, biasanya saya menggunakan rute melewati daerah Kopo, Banjaran dan menanjak menggunakan jalur Ciparay. Setelah sekian lama tidak pernah mengunjungi daerah hulu sungai Citarum, perjalanan dilakukan dengan meraba-raba (tidak yakin) dan mengingat-ngingat kembali, sembari menggunakan aplikasi Google Maps.

Alhasil, kami salah mengambil jalan, melakukan satu putaran panjang dari Banjaran ke Soreang hingga ke Banjaran lagi. Alih-alih menggunakan jalur Ciparay sebagai jalur pendakian yang memiliki jalan lurus, kami tersesat ke jalur pendakian Arjasari yang memiliki jalur pendakian berkelok kelok.

Suatu keberuntungan ketika melewati jalur Arjasari bisa melihat seekor Elang Hitam yang sedang mengudara dengan gagah di angkasa. Selain itu kami juga melihat kambing hitam, definitely hitam sebadan badan, hanya tanduknya saja yang tidak hitam. Bagi saya, jarang bisa melihat kambing hitam yang benar-benar hitam.
Biasanya kambing hitam digunakan sebagai ungkapan atau perumpamaan tentang pribadi atau subjek yang disalahkan atas suatu kejadian tertentu.

Dari jalur Arjasari, kami melewati kawasan Garduh dan menemukan jalan yang menghubungkan ke jalur pendakian Ciparay.
Dari Ciparay, pendakian berjalan lancar dan damai, ditemani pemandangan perkebunan warga yang tampak indah dan memanjakan mata. Dalam perjalanan hari ini, kami berencana menemui seorang Enterpreneur di bidang Pertanian, bernama Dede Jauhari.

Beliau relatif sukses dalam menggarap tanah di Desa Kertasari. Sesampainya di rumah beliau, ternyata beliau sedang berada di kebunnya di areal Ciseke.

[ Dalam pengolahan dan perawatan tanah garapannya dia mempekerjakan 12 orang ‘buruh ngabedug’ setiap hari ]

Perjalanan dilanjutkan ke Ciseke. Sesampainya disana, kami harus melewati jalur menanjak berbatu. Memasuki areal perkebunan, kami harus melewati pematang kebun yang jaraknya tidak lebih dari 80 cm. Dengan rute berkelok dan terik matahari, kami menyusuri pematang sawah.

Pada pukul 12.15, kami berhasil menemui Mang Dede di saungnya. Kami diajak pergi mengunjungi kebun kesayangannya.
Pola tanaman di sana tersusun dengan rapi dalam jarak tertentu, salah satunya barisan pohon alpukat mentega.
Diantara pohon alpukat, terdapat tanaman kopi. Alpukat yang beliau tanam, rata-rata ditanam pada tahun 2010.
Pohon-pohon tersebut sudah berbuah 5 kali. Dalam satu kali berbuah/panen, rata-rata dari satu pohon bisa menghasilkan buah dengan bobot 800 kg – 1200 kg. Semakin tua usia pohonnya maka buah yang dihasilkan akan semakin banyak.

Misalkan menggunakan perhitungan sederhana dengan hasil panen minimum :
800 kg dikalikan 100 pohon, maka akan diperoleh hasil 80.000 kg.
Dalam penjualan alpukat di level petani, harganya biasanya mencapai Rp. 7.000/kg, maka
80.000 kg x Rp 7.000 = Rp 560.000.000.

[ sebuah hasil yang ril dan nyata ]

Di kebun Mang Dede, tidak hanya alpukat, tetapi ada tanaman kopi. Dari satu tangkal kopi, bisa menghasilkan rata-rata 0,5 kg – 2,5 kg. Hal tersebut dipengaruhi oleh usia tanaman kopi, kontur tanah dan perawatan.

Dengan 1.000 tangkal kopi, maka 2,5 kg x 1.000 = 2.500 kg. Tidak bisa dipungkiri bahwa harga kopi bergantung juga pada spesies dan kualitasnya. Jujur, saya masih belum mengerti dalam perhitungan keuntungan dari tanaman kopi, tapi Mang Dede menjelaskan bahwa itu cukup besar dan prospektif.

Mang Dede merupakan salah satu contoh nyata dari petani yang sukses. Lahan yang beliau kuasai kurang lebih mencapai 20 hektar.
Di lahan-lahan pertanian, beliau menanam kopi dan alpukat dalam skala yang relatif besar. Kedua tanaman tersebut merupakan tanaman keras, sehingga bisa membantu mencegah erosi dan sedimentasi tanah.

Selain dari itu, hasil panen dari kedua komoditas tersebut relatif melimpah dan menghasilkan.
Mang Dede berkata bahwa jika divaluasikan atau dihitung dengan uang, maka aset dari tanaman-tanaman yang beliau tanam cukup untuk berlibur ke Singapura, membeli mobil Fortuner dan membangun rumah megah.

Hanya saja, beliau sudah sangat dewasa dengan tidak tertarik ke urusan begituan,
” setelah saya pikir-pikir lagi, buat apa juga ? (Fortuner) Kepake aja ngga, mending buat yang lain yang lebih penting seperti biaya pendidikan, ” ujar Mang Dede.

Dalam kesehariannya, beliau memiliki 12 anak buah. 1 anak buah mempunyai upah sebesar Rp 50.000/hari.
Jika fullday (hingga matahari tenggelam), maka upahnya Rp 100.000/hari. Dengan 12 anak buah x Rp 50.000/hari = Rp 600.000/ hari.
Dalam satu bulan artinya dibutuhkan Rp 7.200.000.

Sa’at ini saya masih belum mengerti terkait perhitungan biaya operasional dalam bisnis pertanian, sehingga saya masih belum tahu seberapa besar biaya operasional dan hasil yang dihasilkan, saya mohon ma’af atas kekurangan saya.

Intinya, bisnis pertanian bisa menguntungkan, jika dilakukan dengan menggunakan metoda dan model bisnis tertentu. Peluang selalu ada, meskipun saya tahu, tidak mudah untuk memperoleh lahan pertanian. Segala sesuatu harus diusahakan dan diupayakan, jadi tidak ada yang ujug-ujug.

Semoga para petani dan pemulia tanaman di Indonesia selalu diberikan kesehatan, karena dari keringat mereka rakyat Indonesia bisa memperoleh bahan makanan.

Aamiiin

Cimahi, Rabu, 11 November 2020

Rizal Ul Fikri CJI

banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan