Perbuatan Pahlawan dan Perbuatan Anti Pahlawan !


Adakah para pahlawan itu ?
Ada pulakah para anti pahlawan itu ?
Pahlawan Nasional pertama yang resmi tercatat adalah Sultan Agung Mataram yang lahir pada tahun 1591 dan wafat tahun 1645 (54 tahun).
Sultan Agung secara konsisten terus menerus melawan dan menyerang penjajah VOC Belanda yang berpusat di Batavia (asal bernama Sunda Kalapa, sekarang Jakarta).
Inilah sejatinya perbuatan dan gerak aksi nyata seorang pahlawan.
Setiap detik, menit dan jam tidak ada sa’at sedetikpun terlewat untuk memikirkan (rencana) dan melakukan aksi nyata di lapangan menyerang dan mengusir penjajah dari bumi Nusantara.
Namun, gen pahlawan Sultan Agung tidak serta merta turun kepada anak kandungnya sendiri yaitu Amangkurat I, malah berbalik tiga ratus enam puluh derajat dari bapak kandungnya.
Amangkurat I menjadi seorang yang anti pahlawan pembenci VOC Belanda.
Dia setelah jadi Sultan langsung bekerjasama dengan VOC Belanda.
Bagaimana nasib para pejuang pengikut Sultan Agung yang anti VOC Belanda ?
Amangkurat I membantai lebih dari 6.000 para ‘Ulama pengikut Sultan Agung yang anti penjajah VOC Belanda dalam hitungan hanya 30 menit saja.
Termasuk paman dia sendiri yang menjadi tangan kanan Sultan Agung.
Sungguh biadab dan edan pisan aksi Amangkurat I !
Dia lah sejatinya musuh dan pengkhianat bangsa dan negara.
Apakah pada era kemerdekaan sejarah berulang ?
Tentu saja berulang peristiwa dengan aktor yang berbeda.
Sukarno/Soekarno melanjutkan dan meneladani jejak langkah Sultan Agung yang anti penjajah, VOC Belanda.
Dia menolak mentah-mentah permintaan Amerika Serikat supaya Freeport (harta karun emas) dipasrahkan gratis kepada mereka.
[ ini pula yang menjadi pemicu utama Amerika Serikat wajib menyingkirkan dan membunuh Sukarno/Soekarno selamanya ]
Dia katakan,
” Inggris kita linggis,
Amerika kita seterika ! “
Dia mengeluarkan jurus pamungkas untuk mengambil kembali seluruh aset negara dan bangsa menjadi aset negara lewat program Nasionalisasi.
Aset penjajah dan Cina semua diambil alih.
Sejarahpun berulang kembali,
Suharto/Soeharto mengikuti jejak langkah Amangkurat I, sejenak setelah menjadi penguasa tunggal NKRI gantikan Sukarno/Soekarno
[ tentu saja ‘ kudeta ‘ Suharto/Soeharto terhadap Sukarno/Soekarno lewat bantuan dana/logistik/senjata dari CIA dan Amerika Serikat berhasil sukses gemilang,
ya sebagai balas jasa adalah Freeport diberikan gratis tahun 1967 oleh Suharto/Soeharto kepada Amerika Serikat ]
yaitu Suharto/Soeharto langsung berikan gratis Freeport kepada Amerika Serikat dan membuat Undang-Undang Investasi Asing.
Lewat program Swastanisasi dan Industrialisasi, maka aset negara bisa bebas dikuasai dan dimiliki oleh asing dan Cina.
Mulailah bangsa asing terutama Amerika dan Eropa secara masiv dan sistematis bisa kuasai kembali aset Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Para pedagang Cina tentu saja tidak ketinggalan mencaplok aset negara.
Mereka menjadi para pengusaha besar dan merajai hajat hidup bangsa Indonesia terutama sektor ekonomi dan per-bank-an.
Sejak Suharto/Soeharto berjaya, maka seluruh anggota klan/keluarga Cendana (Suharto/Soeharto), para pengikutnya (yang setia maupun tidak) dan para pengusaha Cina menjadi kaya raya dan berkuasa atas negara dan bangsa Indonesia sampai hari ini.
Bagaimana nasib 99 % warga negara dan rakyat Indonesia ?
Tentu saja tidak jauh berbeda dengan nasib ” lebih dari 6.000 para ‘Ulama pengikut setia Sultan Agung yang dibantai hanya dalam tempo 30 menit saja “,
miskin dan menderita adalah siklus hidup rutin yang wajib dilakoni sejak lahir sampai ajal menjemput.
Trade mark-nya hanya satu yaitu sebagai warga negara Indonesia yang wajib mencicil dan membayar hutang negara sampai lunas.
Jadi siapakah sebenarnya pahlawan itu ?
Adakah para pahlawan hari ini ?
Apa bedanya antara :
Para Pahlawan Negara dengan
Para Abdi Negara (PNS/ASN, TNI dan Polri) ?
Masih adakah para Abdi Negara yang jadi Pahlawan Negara ?
Siapa dan dimanakah dia/mereka berada ?
Masihkah Indonesia berdaulat atas tanah, air dan udara serta jiwa raganya ?
Bandung, Selasa, 10 November 2020
Muhammad Zaki Mubarrok
Citizen Journalism Interdependen
No Responses