Muda dan Menganggur di Eropa : “ Saya Sudah Putus Asa ! ”


Selamat pagi teruntuk generasi muda yang berada di seluruh dunia, bagaimana bulan November 2020 menyapa anda ?
Yahhh, mungkin bukan sapaan yang baik dan mendukung yaa,
“ I hope you’re still positive and your test result negative. ”
Bagi generasi muda di Indonesia, terutama bagi lulusan tingkatan perguruan tinggi, baik Universitas, Sekolah Tinggi, Akademi, Institut dan Politeknik, pasti sekarang-sekarang ini masih larut dalam euforia wisudaan.
Selamat bagi kalian, telah menyelesaikan jenjang pendidikan di bidang ilmunya masing-masing.
Saya tahu dan mengerti, itu semua (mencapai kelulusan) tidak mudah. Dibutuhkan usaha dan pengorbanan yang tidak sedikit, baik waktu, uang dan perasaan. Sekali lagi saya ucapkan selamat ke lulusan perguruan tinggi angkatan 2020 atau angkatan corona. Hal ini terjadi karena mereka lulus di tengah pandemi corona yang melanda dunia.
Berkaitan dengan hal tersebut, dilansir dari New York Times bahwa di Eropa sa’at ini sedang terjadi krisis pekerjaan yang disebabkan pandemi Covid-19. Hal tersebut tercantum dalam laman nytimes.com edisi 29 Oktober 2020. Krisis pekerjaan ini sangat berdampak bagi generasi muda di sana dan efeknya bisa berdampak relatif lama.
Seperti yang dialami oleh hampir jutaan anak muda di Eropa, Rebecca Lee (25), secara tiba-tiba mendapati dirinya tersingkir dari pasar tenaga kerja Eropa dan menjadi korban dari dampak ekonomi pandemi Covid-19.
Dahulu dia bekerja sebagai asisten pribadi di sebuah firma arsitektur di London selama dua tahun. Dia tersingkir pada bulan September 2020, membuatnya harus mencari pekerjaan lain. Krisis membuatnya mencari
“ pekerjaan apapun ” yang bisa didapatkannya.
Rebecca mempunyai gelar di bidang ilustrasi dari University of Westminster. Setelah tersingkir dari firma arsitektur di London, dia mengirimkan hampir 100 lamaran pekerjaan. Setelah sejumlah penolakan, dia berhasil masuk ke daftar tunggu untuk posisi pengantar makanan di Deliveroo. Dia akhirnya mendapatkan kontrak dua bulan di sebuah badan amal bantuan keluarga yang membayarnya 10 Poundsterling (sekitar $13)/ jam.
“ Sa’at ini saya akan mengambil apa saja yang saya bisa. Saya sudah putus asa, ” ujar Rebecca.
Pandemi Covid-19 dengan cepat memicu krisis pengangguran kaum muda baru di Eropa. Kaum muda dihantam secara tidak proporsional, secara ekonomi dan secara sosial. Aturan lockdown memaksa banyak orang untuk membuat penyesuaian yang menyakitkan dan membiarkan pembuat kebijakan mencari solusi.
Kaum muda di Eropa, terutama lulusan baru, muncul dalam jumlah banyak di sektor-sektor dimana pekerjaan menghilang.
Sektor-sektor tersebut meliputi perjalanan wisata, ritel dan perhotelan. Para lulusan baru menghadapi persaingan yang belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan untuk di level posisi tingkat pemula. Terjadi persaingan tingkat tinggi untuk mendapat pekerjaan, hal ini disebabkan oleh tsunami pekerja yang baru di PHK.
Dampak dari ini mungkin akan bertahan lama.
“ Jika anda menganggur lebih awal dalam karier anda, kemungkinan besar anda akan mengalami pengangguran di masa depan, ” ujar Neal Kilbane, seorang ekonom senior di Oxford Economics.
Uni Eropa sa’at ini sedang mengupayakan untuk meredam hantaman tersebut dengan mendorong industri untuk merekrut kaum muda. Tetapi program semacam ini mungkin akan berdampak kecil karena sa’at ini Eropa sedang menghadapi resesi terburuknya sejak Perang Dunia II.
Alhasil, orang-orang Eropa menjadi semakin dewasa dalam pandemi ini. Mereka menurunkan ekspektasi mereka terhadap pekerjaan dan karier yang bisa mereka dapatkan. Banyak yang beralih ke magang, tinggal bersama orang tua atau kembali ke sekolah untuk keluar dari badai. Pekerja muda tanpa pendidikan tinggi beresiko merosot lebih jauh.
Itu merupakan kabar dari Eropa, bagaimana di Indonesia ?
To be continued…..
Sumber: https://www.nytimes.com/2020/10/29/business/youth-unemployment-europe.html
Cimahi, Rabu, 4 November 2020
Rizal Ul Fikri CJI
No Responses