banner 728x90

Pare : Dipersimpangan Jalan Antara Logistik Bangsa Versus Komoditas Dagang

Pare : Dipersimpangan Jalan Antara Logistik Bangsa Versus Komoditas Dagang

Pare = Padi

Semenjak terlahir ke alam dunia sampai tahun 2020 saya masih punya pendapat dan pemahaman bahwa pare atau padi adalah sebuah komoditas pangan dan bisnis yang berke’arifan lokal.
Semakin luas lahan sawah yang kita miliki, maka otomatis pare/padi yang dihasilkan semakin banyak.
Artinya semakin banyak pare/padi, ya semakin ‘beunghar’ kaya dan makmur.

Semua itu sirna seketika di Sirna Resmi Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat, manakala saya mendengar langsung paparan dari sesepuh plus pemimpin Kampung Adat Sirna Resmi berjuluk Abah Asep.

” Pare teh makhluk hidup, teu meunang dijual ! “

” Kami perlakukan pare sebagai makhluk (hidup) ! “

Ada apa sebenarnya dengan ungkapan di atas ?

Saya baru mendapat pencerahan yang sungguh luar biasa dan ungkapan ini menjawab pertanyaan tak terjawab selama ini bahwa kenapa bangsa dan negara Indonesia yang tanahnya subur, namun warga negaranya mayoritas miskin.

Ada hal yang paling ‘mengerikan’ yaitu hampir semua anak bangsa sejak tahun 1970 an sampai hari ini (2020) tidak ada yang berniat, bercita-cita dan bermimpi jadi petani sukses dan makmur jaya.

Artinya sejak tahun 1970 sampai 2020 telah terjadi penyesatan ‘atikan’ pola ajar dan pola didik serta sistem pendidikan nasional yang sejak dasar, menengah sampai tinggi tidak pernah mentargetkan supaya produk pendidikan adalah untuk memuliakan tanah dan air Indonesia.

Profesi petani, peternak dan nelayan menjadi pilihan terakhir manakali sudah habis stok lapangan kerja lain.
Petani, peternak dan nelayan adalah momok yang menakutkan bagi sebagian besar masyarakat terutama generasi muda Indonesia.

Sungguh luar biasa !

Terbukti di tatar Sunda ParaHyangan wabil khusus di wilayah Sirna Resmi ada 68 jenis pare/padi, salah satu jenisnya sungguh istimewa yaitu pare sudah berusia 40 tahun masih layak makan, bisa dimasak dan dimakan.

[ sayang kami belum sempat lihat pare tersebut ]

Satu hal lagi yang luar biasa, semua pare yang ditanam di Sirna Resmi hanya panen satu kali dalam setahun.

Ini bukti nyata bahwa seluruh masyarakat Kampung Adat Sinar Resmi memperlakukan pare/padi sebagai sesama makhluk hidup.

Jadi gagalnya pemerintah Indonesia adalah selama puluhan tahun perlakukan padi (pare) hanya sebagai komoditas dagang dan bisnis belaka.
Sehingga sangat rentan dan mudah sekali dijadikan komoditas politik kekuasaan.

Mampukah Presiden Joko Widodo mengembalikan pemuliaan pare kepada kedudukan dan singgasana sejatinya sebagai makhluk hidup yang berfungsi menghidupi masyarakat dan bangsa Indonesia ?

Bandung, Selasa, 3 November 2020

Muhammad Zaki Mubarrok
Citizen Journalism Interdependen

banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan