banner 728x90

Eyang Memet !, Begitu Orang Memanggil

Eyang Memet !, Begitu Orang Memanggil

Sebuah pertanyaan sederhana, apa yang didapat dari hari ini ?
Bahasa lainnya, apa yang sudah dilakukan hari ini ?

Sudah barang tentu, jika saya gagal menjawab pertanyaan ini artinya saya sudah cukup pandir atau tidak menggunakan akal dan kemampuan berfikir saya dengan baik. Atau setidak-tidaknya begitulah yang terlintas di benak saya.

Baiklah, mari kita kembali lagi ke awal. Dengan mengucap ‘bismillaah’ paparan kegiatan yang saya laksanakan pada tanggal 25 Oktober 2020. Saya bersama CEO Citizen Journalism Interdependen, Muhammad Zaki Mubarrok mengawali hari dengan melakukan perjalanan dari Cijerah ke Ciwidey.
Lokasi yang dituju adalah Kampung Papakmanggu, Pasir Jambu, Kabupaten Bandung, “pabrik” pembibitan CV Walatra milik Eyang Memet Achmad Surahman atau biasa dipanggil Eyang Memet. Perjalanan berjalan lancar melewati Perumahan Taman Kopo Indah, berbelok-belok melewati Lanud Sulaiman dan menanjak ke arah Bandung Selatan, lebih tepatnya ke arah Ciwidey.

Sesampainya di lokasi, kami bertemu dengan Eyang Memet dan Wa Haji. Ditemani secangkir kopi khas Bandung Selatan dan pisang, maka dialog kenegaraan dengan bab khusus Citarum dimulai. Terdapat banyak hal yang dibahas, dimulai dari rendahnya pelibatan masyarakat dalam program Citarum Harum, lemahnya peranan akademisi dan perguruan tinggi dan lain sebagainya.

Dari perbincangan tersebut, terdapat suatu pertanyaan menarik dari Eyang Memet,

” Apabila seorang koruptor, ingin mengalirkan uang hasil korupsi tersebut ke rumah ibadah dan atau organisasi keagamaan (tentunya digunakan untuk kemaslahatan) apakah termasuk kegiatan ‘money laundry’ ? ”

Dalam hal ini, laundry yang dimaksud adalah “dicuci dengan doa”.
Berbagai tanggapan beserta dasar hukumnya disampaikan oleh Wa Haji dan Om Zaki untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Dalam balasannya, Om Zaki berandai-andai. Andaikata si uang hasil korupsi tersebut dialirkan ke masyarakat melalui sektor lingkungan, misalnya orang-orang yang tidak mampu diberikan pohon, tempat (lokasi) menanam dan biaya perawatannya. Hal tersebut bisa menghasilkan sesuatu yang positif, orang yang awalnya tidak mampu, tidak berharta dan tidak berdaya, setidak-tidaknya dapat mewariskan sesuatu ke generasi setelahnya meskipun hanya sebatang pohon.

Satu batang pohon yang berasal dari jenis yang baik dan dirawat dengan baik, maka nilai valuasinya akan tinggi dari tahun ke tahun. Jadi meskipun sampai meninggalnya masih tetap tidak berharta (kondisi miskin), maka setidaknya dapat mewariskan sesuatu yang bermanfaat, berharga dan mempunyai nilai jual.

Perbincangan terus berlanjut, ada beberapa tokoh bersuku Sunda yang disebut (dalam perbincangan) diantaranya Ir. H. Djuanda dan Mochtar Kusumaatmaja.
Mereka berdua adalah pahlawan yang memperjuangkan tentang Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan batas-batas kemaritiman di ranah PBB.

[ Mochtar Kusumaatmaja berhasil mematahkan serbuan terutama 5 negara pemilik hak veto : AS, China, Inggris, Perancis dan Uni Soviet ]

Ada pihak-pihak yang mempertanyakan dimana peran orang Sunda dalam tataran nasional. Banyak yang menjustifikasi bahwa orang Sunda lemah dalam urusan perebutan kekuasaan (ranah politik praktis) dan rendah peranannya di tataran nasional.

Om Zaki menjelaskan, bahwa betapa hebat seorang Mochtar Kusumaatmaja dalam bertarung di tataran PBB melawan ke-lima negara pemegang hak Veto untuk memperjuangkan batas-batas wilayah kelautan dan ZEE negara Indonesia. Hal ini tentu sangat penting bagi negara kepulauan seperti Indonesia yang mempunyai wilayah kelautan yang luas.

Sayangnya, bagi orang Indonesia sendiri, tidak banyak yang mengenal sosok Mochtar Kusumaatmaja. Bahkan orang UNPAD sendiri, tempat dimana Mochtar Kusumaatmaja mengajar sebagai dosen, banyak yang tidak mengenal dan tidak mengetahui.

Dialog kembali berlanjut. Di sore hari, datanglah mang Cecep. Beliau adalah seorang petani yang khusus mengembangkan tentang (pohon) Alpukat.
Beliau sangat ahli, bahasa Sundanya mah “ molotok ” dalam segala hal yang berkaitan dengan alpukat. Beliau mulai menekuni bisnis alpukat sejak 5 tahun terakhir. Beliau bahkan sudah sempat keliling dunia untuk mempelajari alpukat, dari Asia Tenggara hingga Amerika Latin.

Dari beliau, didapat informasi bahwa Alpukat mempunyai pangsa pasar yang besar baik di Indonesia sendiri, di Negeri Tiongkok dan di Eropa. Beliau sa’at ini kurang lebih sudah mempunyai pembibitan dan kebun sendiri untuk menangkarkan beberapa jenis alpukat.

Dari mang Cecep saya belajar, mau berkarya dan berjuang di bidang apapun, jika dilakukan dengan serius dan sungguh-sungguh, maka akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa.

Demikianlah jawaban saya atas pertanyaan di paragraph satu beserta dokumentasi tanggal 25 Oktober 2020, semoga bisa bermanfaat,
Aamiiin.

Cimahi, Rabu, 28 Oktober 2020

Rizal Ul Fikri CJI

banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan