banner 728x90

Abah : Antara Ayah dan Bapak

Abah : Antara Ayah dan Bapak

Dalam bahasa Sunda, kata “Abah” artinya ayah atau bapak. Biasanya kata Abah dipasangkan dengan kata Ambu, Abah Ambu artinya Ayah dan Ibu. Meskipun begitu, banyak kawan saya yang memanggil ayahnya dengan panggilan Abah, sedangkan memanggil ibunya dengan panggilan Mamah.

Terkadang, kata Abah tidak hanya digunakan dalam ruang lingkup keluarga di rumah, dalam tataran masyarakat (budaya), seringkali ada tokoh senior serta dituakan yang dipanggil dengan panggilan Abah. Panggilan tersebut memiliki kedekatan emosional dan mencirikan identitas sang tokoh tersebut.

Pada tanggal 11 Oktober 2020, CJI berkesempatan untuk menemui dua orang tokoh dengan panggilan Abah di dua lokasi yang berbeda. Abah yang pertama bernama Abah Dadang di Puncak Bintang Cimenyan Kabupaten Bandung. Beliau adalah ketua kelompok tani di Desa Cimenyan yang membawahi dan mengkoordinir petani di sana.
Anggota CJI mengunjungi Abah Dadang dengan titik 0 dari Cijerah, melewati bundaran Soekarno Hatta menuju Padjajaran dan menuju ke arah Bandung Timur.

Ada peristiwa menarik, motor anggota CJI diberhentikan dalam kegiatan razia kelengkapan surat-surat kendaraan di bundaran Soekarno – Hatta oleh anggota Polisi yang sedang bertugas.
Surat-surat anggota tersebut lengkap baik SIM maupun STNK, tidak ada aturan yang dilanggar.
Salah satu tugas Polisi adalah menertibkan masyarakat.

Dengan surat-surat yang lengkap, artinya saya sudah relatif tertib untuk ukuran warga negara Indonesia.
Hal yang menjadi masalah adalah, Polisi yang memeriksa kelengkapan surat kendaraan wajahnya nampak tidak senang ketika surat-surat yang saya tunjukan lengkap tanpa masalah.

Seharusnya, beliau merasa senang sebab orang yang beliau razia sudah relatif tertib. Dengan wajah cemberut beliau mengembalikan surat surat kendaraan anggota CJI tersebut dan dengan cekatan kembali ke lokasi razia.

Sesampainya di Bandung Timur, berbelok ke utara kearah Caringin Tilu. Jalan yang dilewati relatif curam, membuat anggota CJI tersebut merasa bersalah terhadap motor matic yang ditumpanginya. Caringin Tilu merupakan suatu tempat di Bandung Timur dimana di sana terdapat tiga pohon Beringin.

Cukup mengecewakan mengetahui bahwa pohon Beringin yang masih hidup hanya tersisa satu pohon. Pemandangan dari Caringin Tilu menuju Puncak Bintang ditemani pemandangan lahan pertanian tanaman holtikultura di lahan perbukitan yang miring. Hal tersebut sedikit mengganggu pemikiran sang anggota CJI tersebut, karena hal tersebut sangat memungkinkan terjadinya erosi di musim hujan, ditambah lagi banyak daerah petinggian di area Cimenyan yang relatif gundul.

Sesampainya di Puncak Bintang, kami langsung menuju warung milik Abah Dadang. Hanya dengan menyebut nama beliau, sang anggota CJI mendapatkan VIP access untuk parkir gratis di kawasan Puncak Bintang yang notabene merupakan kawasan wisata.

Abah Dadang menceritakan bagaimana pandemic Covid benar-benar menghantam perekonomian kaum petani. Harga-harga sayuran holtikultura mengalami kejatuhan karena daya beli masyarakat menurun. Harga tomat jatuh hingga dibawah Rp 1.000 per kilogram. Kejatuhan harga tersebut sangat menyiksa, sebab hasil panen yang dihasilkan tidak menutup biaya produksi. Padahal, biaya operasional yang dihabiskan relatif besar.

Hal tersebut belum ditambah alokasi waktu dan tenaga yang sudah dikerahkan untuk menggarap tanah dan merawat tanaman. Abah menyatakan bahwa, salah satu permasalahan yang menyebabkan besarnya biaya operasional adalah anggaran untuk tenaga kerja.

Untuk menggarap lahan 1 hektar, biasanya dibutuhkan tenaga 2 sampai 3 orang, dengan biaya Rp 100.000 per orang per hari, belum ditambah dengan rokok dan makan. Hal lain yang membuat Abah merasa kesal adalah minimnya ketersediaan pupuk bersubsidi. Pupuk tersebut jumlahnya tidak banyak, juga untuk memperolehnya relatif sulit dan rumit.

Abah mengajarkan bahwa holtikultura merupakan sektor pertanian yang paling menghabiskan biaya (ongkos operasionalnya mahal dan besar), serta perawatannya relatif berat. Untuk mengawali suatu bisnis tani tanaman holtikultura, modal minimal yang harus disediakan adalah 60 – 70 juta rupiah.

Biaya tersebut meliputi sewa lahan (1 hektar mungkin?), tenaga kerja, pengadaan bibit, pupuk kandang, pupuk kimia dan perawatan untuk satu kali periode tanam hingga panen. Hal tersebut belum ditambah dengan resiko gagal panen, hama, bencana alam dan resiko lain-lain. Ditambah lagi dengan permasalahan penguasaan lahan pertanian yang banyak dimiliki oleh orang-orang di kota besar macam Jakarta dan Surabaya juga alih fungsi lahan yang berjalan dengan relatif cepat di Kabupaten Bandung.

Sungguh hebat perjuangan petani, tidak heran presiden Soekarno menyatakan bahwa petani merupakan penyangga tatanan negara Indonesia.

Di siang hari di hari tersebut di tempat Abah Dadang, melintas segerombol orang India dari arah Puncak Bintang menuju bawah. Mereka berhenti di dekat tempat Abah Dadang dan menunjukan minat untuk membeli pisang mentah yang masih berada di pohon milik Abah Dadang. Abah tidak mengizinkannya, tetapi gerombolan orang India tersebut bersikeras, menyatakan bahwa pisang mentah tersebut akan dikonsumsi sebagai sayur. Salah satu dari mereka cukup fasih berbahasa Indonesia dan menceritakan bahwa beliau tinggal di perumahan Dago Resort.

Selesai acara di tempat Abah Dadang, anggota CJI melanjutkan perjalanan ke Sarijadi ke tempat Aditya Alamsyah atau biasa dikenal dengan Abah Alam. Beliau merupakan salah satu tokoh organisasi masyarakat/pelaku budaya di Kota Bandung.
Orang-orang yang hadir dan berdiskusi dengannya terdiri dari kalangan budayawan, rohaniawan, akademisi dan organisatoris.

Pembicaraan di tempat Abah Alam meliputi persoalan politik, geopolitik, kebudayaan, sejarah, filsafat, teologi dan hal-hal berat lainnya. Materi diskusi merupakan pembicaraan tingkat tinggi dan relatif sulit untuk diikuti bagi orang awam. Saya pergi ke sana lebih banyak belajar mendengarkan dan menganalisis. Seperti yang diajarkan oleh orang bijak, dalam setiap pertemuan terdapat pembelajaran, ambil hal yang positif dan tinggalkan yang kurang bermanfaat.

Cimahi, Rabu, 14 Oktober 2020

-Rizal Ul Fikri CJI

banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan