Kesendirian … !


Kesendirian adalah suatu kondisi emosional ketika kita merasa tidak terhubung dengan orang lain, baik secara fisik maupun emosional. Kebutuhan kita akan koneksi dan hubungan dengan sesama manusia tertanam dalam DNA kita sebagai manusia. Kesendirian merupakan suatu sinyal dalam otak kita yang berusaha mengingatkan kita bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
Sa’at ini, kesendirian menjadi sejenis penyakit serius yang mewabah di masyarakat kita. Satu diantara 5 orang di Amerika menderita kesendirian.
Artinya jika ada salah seorang di Amerika tidak merasakan suatu kesendirian, bisa dipastikan salah satu dari orang terdekat yang dia kenal mengalaminya. Kesendirian dalam tahapan yang lebih parah bisa mengarah ke depresi, lebih jauh bisa mengakibatkan kematian dini.
Dewasa ini, kita sebagai manusia mengalami hidup dalam kesendirian lebih lama dibandingkan yang pernah dirasakan leluhur dan nenek moyang kita. Sa’at ini kita lebih banyak menghabiskan waktu secara online, dibandingkan berkomunikasi secara fisik dalam hubungan yang nyata dan bermakna. Maka ketika badai emosional melanda, hal-hal seperti kehilangan pekerjaan, mengalami perceraian, ditinggal mati oleh orang yang kita sayangi, bukannya bersandar kepada komunitas manusia untuk berbagi rasa, kita lebih memilih untuk merasakan penderitaan itu sendiri.
[ ini sebuah konsekuensi dari menggejalanya dunia digital, virtual dan online ]
Baya Voce, seorang praktisi Neuro-Linguistik bersertifikat menyatakan bahwa solusi dari permasalahan tersebut adalah mencari apa hal yang sebenarnya bisa menciptakan koneksi antar manusia. Untuk merasa terhubung, kita harus merasa dilihat, didengar dan dihargai.
Dalam acara Ted Talks di Salt Lake City edisi 8 Oktober 2016, Baya menceritakan tentang Blue Zones di seluruh dunia. Blue Zones adalah tempat-tempat di dunia dimana para peneliti menemukan bahwa orang-orang di zona tersebut menjalani hidup paling lama (berumur panjang) dan paling berbahagia.
Blue Zones tersebut meliputi Loma Linda di California, Okinawa di Jepang dan Sardinia di Italia.
Orang-orang di Blue Zones menjalani hidup secara berbeda antara satu dan lainnya. Ada yang menjalani hidup dengan berdoa bersama. Ada pula yang berjalan bersama serta menjalani hidup dengan sederhana. Adapun yang lebih banyak menghabiskan waktu bersama-sama memupuk hubungan dengan keluarga. Meski begitu, terdapat suatu kesamaan dari kehidupan orang-orang yang berada di Blue Zones.
Hal tersebut adalah mereka memprioritaskan koneksi dan konektivitas mereka. Mereka fokus dengan hubungan mereka dengan sesama manusia. Mereka menciptakan sesuatu semacam jangkar koneksi sosial, Baya menyebutnya sebagai ‘An Anchor of Connection’.
Suatu jangkar yang secara sederhana tercipta dengan menghabiskan waktu yang berkualitas dengan orang-orang yang melihat, mendengar dan menghargai anda.
Pertanyaannya adalah, bagaimana kita bisa membuat ‘Anchor of Connection’ kita sendiri ?
Cara paling ampuh untuk membuat ‘Anchor of Connection’ adalah dengan melalui ritual. Ketika kita mendengar kata ritual, hal pertama yang terpikirkan oleh kita adalah ritual keagamaan atau upacara suatu budaya tertentu.
Baya mendefinisikan ritual sebagai sesuatu yang biasa kita lakukan setiap hari. Kunci dari menjadikan ritual sebagai alat yang kuat untuk menjalin hubungan adalah karena ritual merupakan suatu kegiatan yang diulang berkali-kali disertai dengan niat.
Tempat terbaik untuk menjalani suatu ritual adalah bersama dengan teman dan keluarga serta dengan komunitas anda.
Kita sebagai manusia, biasanya mempunyai ritual api unggun sa’at melakukan gathering untuk saling bercerita dan menjalin hubungan. Saya dan sahabat terdekat saya mempunyai ritual setiap akhir pekan ketiga setiap bulan untuk berkumpul dan melakukan aktivitas yang biasa kami lakukan. Aktivitas tersebut adalah bermain poker sampai larut sembari membicarakan apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan.
Seringkali, kami membicarakan hal-hal yang menyenangkan, tentang apa-apa saja yang berjalan lancar di kehidupan kami.
Meski begitu, tidak jarang kami juga membicarakan tentang badai-badai emosional yang melanda, seperti ribetnya menjalankan revisian, jadwal penting yang diundur, gagal dalam wawancara dan lain sebagainya. Entah kami melaksanakan perayaan maupun berduka, kami menjadikan akhir pekan ketiga setiap bulan tersebut sebagai “Achor of Connection” kami.
Di komunitas Citizen Journalism Interdependen yang saya ikuti, terdapat ritual istighosah atau doa bersama dalam setiap pertemuan untuk memanjatkan doa, keinginan dan harapan yang ingin dicapai. Hal ini dilakukan juga untuk mengetuk pintu langit melengkapi setiap usaha yang telah dilakukan.
Ritual-ritual seperti ini adalah salah satu hal yang membantu manusia melewati berbagai badai emosional yang melandanya.
Ketika terjadi perselisihan, permasalahan atau badai emosional yang melanda, ritual berperan sebagai ‘Anchor of Connection’ kita. Hubungan dan koneksi yang sejati bukanlah suatu hal yang didapat dari hal-hal yang kita kejar, melainkan dari hal-hal yang telah biasa kita lakukan.
Jadi, jangan melakukan hal yang baru, carilah hal-hal yang biasa anda lakukan dengan teman, keluarga dan komunitas anda, lakukan hal-hal tersebut lagi dan lagi, lakukan dengan niat, lakukan di waktu yang baik. Maka ketika badai emosional datang menerjang, anda mempunyai ritual untuk kembali.
Cimahi, Minggu, 27 September 2020
-Rizal Ul Fikri CJI
No Responses