banner 728x90

Cerita Tentang Orang Tua

Cerita Tentang Orang Tua

Tidak ada masa kini tanpa masa lalu. Hampir setiap kejadian dalam sejarah peradaban manusia bersifat kronologis.
Suatu peristiwa menghasilkan serangkaian peristiwa lainnya, seperti domino. Bagi manusia, sudah tentu kehidupannya bersifat kronologis. Segala sesuatu dalam tumbuh kembangnya merupakan proses.

[ semua hal yang terjadi adalah sebuah rangkaian ]

Saya sa’at ini berusia 21 tahun, tentu sekarang saya tidak akan ada tanpa orang tua saya. Selama hidup, disadari atau tidak, kita membuat sejarah dalam hidup kita. Hanya saja, diantara kita ada yang sejarahnya dikenang ada yang tidak.

Apa yang membedakannya ?

Penulisannya. Orang bisa dikenang jika melalkukan hal yang besar, tetapi itu saja tidak cukup jika tidak ada yang menulis dan mendokumentasikannya.

Perkenalkan, saya Rizal Ul Fikri. Saya lahir dari pasangan Listyo Nugroho dan Ati Sugiarti pada tanggal 31 Januari 1999 di Kota Cimahi. Dokumentasi ini tercatat dalam akta kelahiran saya.
Saya lahir dengan bobot tubuh 4 kilogram. Secara ius soli, saya adalah seorang bersuku Sunda, sedangkan secara ius sanguinis (etnis) saya adalah seorang bersuku Jawa. Hal ini disebabkan karena keluarga besar ayah dan ibu saya berasal dari Jawa.

Orang bilang saya Sunda secara ideologis karena meskipun berdarah Jawa, saya lahir, tumbuh dan berkembang di tatar Sunda Jawa Barat.

Saya tidak akan ada tanpa orang tua saya, maka dari itu saya akan bercerita tentang kedua orang tua saya.
Ayah saya bernama Listyo Nugroho, beliau lahir dari pasangan Djono Sulistyo dan Sutarti pada 28 Desember 1972. Beliau anak ke 6 dari 8 bersaudara. Kakek saya berprofesi sebagai Tentara Angkatan Darat berpangkat Letkol dan Nenek saya berprofesi sebagai Guru yang mengajar di SMPN 7 Cimahi.
Ayah saya masa kecilnya cukup nakal, senang berkelahi dan jatuh dari kendaraan. Hal ini dibuktikan dari foto-foto masa kecil beliau yang hampir 70% wajahnya bonyok atau ada luka.

Sa’at ini ayah saya berprofesi sebagai karyawan Swasta di PT Tri Darma. Itu merupakan pabrik tekstil dan ayah saya bekerja sebagai sopir truk yang membawa kain dari Bandung ke Jakarta. Ayah saya hafal dan sangat mengenal jalan-jalan di DKI Jakarta dan sekitarnya. Beliau mengawali karirnya sebagai kuli pengangkut kain di gudang pabrik.
Pade saya bilang, ayah saya adalah definisi dari membangun karir, karena dari awal lulus sekolah dan mulai bekerja, tidak pernah berpindah perusahaan.

Ayah saya tidak pernah menuntut banyak hal dari saya, kecuali untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Beliau menekankan bahwa saya bisa melakukan apapun yang saya inginkan, tetapi harus siap juga menanggung akibat yang dihasilkan dari tindakan saya.
Salah satunya perihal kuliah, ayah saya membebaskan saya untuk memilih jurusan kuliah, tentunya dengan syarat saya harus bertanggung jawab atas pilihan saya.

Saya diterima di Politeknik Negeri Bandung di Program Studi D3 Usaha Perjalanan Wisata. Tahun awal perkuliahan relatif berat, terutama adaptasi dari dunia SMA ke dunia Perguruan Tinggi. Sempat ada dan saya utarakan keinginan saya untuk ganti jurusan, ayah saya mengingatkan bahwa saya secara sadar yang telah memilih pilihan tersebut. Maka dari itu saya bertanggung jawab untuk menamatkan kuliah saya atau jikapun saya memilih untuk berpindah, maka ayah saya tidak akan membiayainya. Saya memang bebas memilih jurusan apapun jika saya jadi berpindah, tetapi konsekuensi yang harus saya terima yaa ayah saya tidak akan memberikan anggaran karena dianggap tidak bertanggung jawab terhadap pilihan, simple.

Ibu saya bernama Ati Sugiarti, beliau lahir dari pasangan Takmadi dan Khotimah pada tanggal 17 Februari 1977. Kakek saya adalah seorang petani di desa Jatilaba, Tegal dan Nenek saya adalah seorang ibu rumah tangga biasa.
Ibu saya adalah anak ke 3 dari 4 bersaudara. Beliau adalah seorang ibu rumah tangga, sebelum menikah ibu saya bekerja sebagai karyawan swasta di Matahari. Beliau cukup tegas dalam mendidik saya. Beliaulah guru saya di rumah dalam mengerjakan pr.

Secara religi, saya pertama kali diajarkan sholat dan mengaji juga oleh ibu saya. Beliau sangat tegas sa’at mengajarkan urusan tajwid, sebab salah baca dapat berbeda makna. Keterampilan dalam mengerjakan urusan rumah juga saya dapatkan dari ibu, seperti kemampuan mengepel lantai, mencuci baju, mencuci piring, menyetrika dan lain sebagainya.

Intinya, saya sangat menyayangi dan menghormati kedua orang tua saya. Mereka telah berjuang dan bekerja keras demi membesarkan dan mendidik saya hingga sa’at ini. Saya sangat berterimakasih kepada mereka, meskipun saya tahu, apapun yang saya lakukan untuk mereka jelas tidak akan sanggup untuk membayar perjuangan mereka, terutama ibu saya yang telah menggandung saya selama 9 bulan dan melahirkan saya ke dunia. Sekali lagi, terimakasih.

Alloohummaghfirlii Wa Liwaalidayya Warhamhumaa Kamaa Robbayaanii Shoghirooo

Cimahi, Jumat, 18 September
2020

-Rizal Ul Fikri CJI

banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan