Pemanfa’atan Minyak Jalantah/Jelantah


Pernah mendengar kata Minyak Jelantah ?
Yaa, di Indonesia minyak jelantah dikenal sebagai minyak (goreng) bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga pada umumnya, tidak jarang sering digunakan kembali untuk keperluan kuliner. Minyak jelantah bisa berasal dari jenis minyak goreng, seperti minyak jagung, minyak kelapa, minyak sayur dan lain sebagainya.
Di dunia internasional, minyak jelantah dikenal sebagai ‘waste cooking oil’ atau ‘used cooking oil’ (UCO).
Minyak jelantah atau UCO sering kali dianggap sebagai limbah dan tidak memiliki nilai ekonomis. Sa’at ini, banyak negara memanfa’atkan minyak jelantah sebagai campuran biodiesel.
Belanda, Inggris, Finlandia, Singapura, Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, Malaysia dan Amerika Serikat sudah mengembangkan limbah minyak goreng ini untuk kebutuhan energi.
Selain dijadikan sebagai komponen campuran biodiesel, UCO juga dapat dimanfa’atkan untuk kebutuhan lain. UCO bisa dijadikan bahan baku pembuatan lilin aromaterapi, sabun cair, pembersih lantai hingga pakan unggas.
Menurut publikasi Indonesia Oilseeds and Products Annual 2019, konsumsi minyak goreng rumah tangga Indonesia pada tahun 2019 mencapai 13 juta ton, setara dengan 16,2 miliar liter. Hal ini menunjukan bahwa terdapat potensi yang cukup besar untuk produksi minyak jelantah.
International Council on Clean Transportation (ITTC) menyatakan bahwa produksi minyak jelantah rumah tangga perkotaan di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 1,6 miliar liter. Jumlah tersebut didapatkan dari pengumpulan secara intensif dari restoran, hotel, sekolah, rumah sakit dan rumah tangga di perkotaan.
Penggunaan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel mempunyai manfa’at yang besar baik dari sisi lingkungan maupun ekonomi. Jumlah 1,6 miliar liter minyak jelantah mampu mencukupi 32 persen produksi biodiesel nasional. Hal ini mampu menghemat anggaran premerintah dalam produksi biodiesel sebesar Rp 345 miliar/tahun.
Sa’at ini pemerintah sedang menggalakan program biodiesel B30 sebagai sumber energi alternatif untuk mengurangi konsumsi bahan bakar fosil.
Di tahun 2020, target pemerintah ditingkatkan menjadi program biodiesel B50.
Dari sisi lingkungan, jika dikomparasi, setiap tahunnya pengumpulan minyak goreng bekas untuk dijadikan bahan baku biodiesel dapat mengurangi pelepasan 6 juta ton emisi gas rumah kaca. Selain itu, dilansir dari katadata.com penggunaan minyak jelantah di biodiesel dapat mengurangi penggunaan minyak sawit sebesar 1,16 juta ton per tahun.
Hal ini berkontribusi terhadap penyelamatan 321 ribu hektare hutan dari alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit.
Penggunaan biodiesel minyak jelantah dapat mengurangi 91,7 % emisi gas CO2 jika dibandingkan dengan penggunaan solar biasa. Jenis bahan bakar ini sudah memenuhi standar biodiesel ramah lingkungan Eropa.
Sayangnya implementasi produksi biodiesel nasional selama ini masih sangat bertumpu pada penggunaan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku.
Sumber :
Anastasia Kharina, Stephanie Searle, Dhita Rachmadini, A. Azis Kurniawan,. (2018). THE POTENTIAL ECONOMIC, HEALTH AND GREENHOUSE GAS BENEFITS OF INCORPORATING USED COOKING OIL INTO INDONESIA’S BIODIESEL. White Paper, 1-20.
Hartani, J. (2020, August 6). Manfaat Minyak Jelantah untuk Biodiesel. Diambil kembali dari Katadata.id: https://katadata.co.id/jeany/infografik/5f2b703dc8b8b/manfaat-minyak-jelantah-untuk-biodiesel
Cimahi, Senin, 14 September 2020
-Rizal Ul Fikri CJI
No Responses