banner 728x90

Rupiah, Mata Uang Sah Republik Indonesia

Rupiah, Mata Uang Sah Republik Indonesia

Sebagai orang yang lahir dan tumbuh besar di Indonesia, pasti tidak asing dengan Rupiah. Rupiah adalah mata uang sah yang digunakan sebagai alat transaksi di Indonesia.
Hal ini tercantum dalam Undang Undang Nomor 7 pasal 1 ayat 1 dan 2 Tahun 2011 Tentang Mata Uang,
“ Mata Uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah. ”
“ Uang adalah alat pembayaran yang sah. ” Dalam urusan Rupiah dan mata uang, Bank Indonesia berperan sebagai Bank Sentral Republik Indonesia.

Rupiah, mau bagaimanapun keadaannya tetap akan menjadi mata uang yang sah di Republik Indonesia selama Republik Indoneisa masih berdiri dan Undang Undang terkait mata uang Rupiah belum diubah. Dalam berita, hampir setiap hari ada pernyataan Rupiah menguat maupun Rupiah melemah. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, ekonomi makro, ekonomi mikro, inflasi, deflasi, kondisi keuangan dan politik negara, kebijakan pemerintah dan masih banyak lagi.

Ada sedikit keluhan tentang uang rupiah dari beberapa teman saya dari luar negeri. Hal ini adalah perihal jumlah angka 0 di mata uang rupiah. Rupiah Indonesia berbentuk ribuan, satuan terkecilnya ratusan. Jadi nominal pecahan terendah di Rupiah Indonesia adalah Rp 1.000 (lembar) dan Rp 100 (koin). Nominal pecahan terbesar Rupiah Indonesia sa’at ini adalah Rp. 100.000.
Ada beberapa pecahan lain seperti Rp 2.000, Rp 5.000, Rp 10.000, Rp 20.000 dan Rp 50.000.
Seringkali, teman saya kebingungan sa’at menghitung uang rupiah setelah sebelumnya menukarkan uangnya dari luar negeri.

Jumlah angka 0 rupiah Indonesia relatif banyak jika dibandingkan dengan mata uang asal negara teman saya. Tidak jarang dia sering tertukar antara Rp 2.000 dan Rp 20.000 sebab permasalahan angka 0.

Untuk menjawab permasalahan ini, ada usulan dari Kementerian Keuangan untuk merancang Undang Undang Redenominasi di program legislasi nasional (Prolegnas) periode 2020 – 2024.
Redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya. Sederhananya, mengurangi digit angka 0 pada mata uang rupah tanpa mengurangi daya beli uangnya.

Jadi uang Rp 50.000 akan disederhanakan menjadi Rp 50, kita masih bisa membeli segala sesuatu yang dapat dibeli dengan uang Rp 50.000. Daya belinya tetap sama, hanya 3 angka nolnya saja yang akan dihilangkan. Seperti semua jenis kebijakan lainnya di negeri ini, konsepnya mudah, namun realisasinya tidak mudah.

Hal yang menjadi pertanyaan adalah, redenominasi dijalankan untuk apa ?

Setiap negara yang melakukan redenominasi mempunyai tujuan yang berbeda-beda.
Mosley (2005) mencatat bahwa 38 dari 60 negara yang melakukan redenominasi pada tahun 1960 – 2003 bertujuan untuk menyederhanakan jumlah digit nilai tukarnya setelah hiperinflasi.
Indonesia pada tahun 2020 sedang tidak mengalami hiperinflasi, lantas mengapa ada usulan terkait redenominasi ?

Ada dua kemungkinan, pertama adalah untuk meningkatkan kredibilitas dan kesetaraan mata uang. Pemerintah ingin membangun kredibilitas khususnya dalam membangun komitmen untuk kebijakan inflasi rendah, bagi warga negara, serta pasar modal internasional (Maxfield, 1997).

Negara Turki merupakan salah satu negara yang berhasil menerapkan redenominasi. Mereka melakukannya perihal kredibilitas bahwa keberadaan 20.000.000 lira dalam bentuk uang kertas memiliki efek negatif pada kredibilitas mata uangnya. Jadi, penghapusan nol adalah alat untuk mengendalikan kredibilitas.

Kedua, efisiensi pencatatan, baik dalam akuntansi maupun kegiatan sehari-hari. Salah satu alasan negara Turki melakukan redenominasi adalah terkait permasalahan teknis. Banyaknya angka nol dalam uang mengakibatkan statistik dan transaksi menjadi lebih kompleks. Dengan memangkas 3 digit angka nol terakhir pada mata uang Rupiah, semua pencatatan keuangan menjadi relatif lebih sederhana. Hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan pencatatan.

Selain itu, dengan redenominasi, nilai mata uang Rupiah menjadi tidak terlalu jauh atau jomplang dengan mata uang asing lainnya. Jika ditelisik lebih dalam, fungsi dari 3 digit angka nol terakhir nyaris tidak mempunyai fungsi apapun.

Meski begitu, ada sejumlah dampak yang mungkin terjadi jika redominasi benar-benar diterapkan.
Hal yang pertama adalah biaya sosialisasi ke seluruh pelosok Indonesia.
Di masa lalu, pemilu di Indonesia dari pemilu coblos berubah menjadi pemilu contreng. Sosialisasinya memakan waktu dan biaya yang sangat besar.
Hal ini disebabkan geografis negara Indonesia yang sangat luas dan berpenduduk banyak. Tidak menutup kemungkinan, sosialisasi terkait redenominasi juga akan memakan waktu dan biaya yang besar pula.

Selain itu, nominal uang baru artinya mencetak uang baru. Mencetak uang baru memerlukan biaya yang tidak sedikit. Mari kita skenariokan seluruh uang Rupiah yang beredar di seluruh pelosok Indonesia ditarik dan dicetak ulang kembali dengan uang baru yang sudah diredenominasi. Tentunya hal tersebut memakan waktu yang lama dan biaya yang besar. Serta masih ada kemungkinan penolakan dari masyarakat dan permasalahan lainnya.

Jadi, kapan saat yang tepat untuk melakukan redenominasi ?

Idealnya redenominasi dilakukan ketika kondisi ekonomi suatu negara sebagai berikut :

  1. Pertumbuhan Ekonomi naik
  2. Inflasi Stabil
  3. Nilai tukar mata uang stabil
  4. Defisit anggaran di angka yang wajar

Jadi, apakah kita siap untuk redenominasi ?

Bandung, Senin, 13 Juli 2020

-Rizal CJI

banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan