Prit Priit Priiit, Uang Parkir !


Di kehidupan manusia dunia modern, parkir merupakan hal yang sangat penting. Parkir adalah kegiatan menghentikan atau menyimpan kendaraan bermotor untuk beberapa saat di area tertentu. Di Indonesia sendiri, kegiatan parkir sudah menjadi industri yang penting dan sangat kompleks. Hal ini didukung dengan tingkat penggunaan kendaraan bermotor yang tinggi di Indonesia.
[ Bahkan ada jasa ‘outsourcing’ khusus parkir ]
Secara umum, terdapat 2 sistem parkir yang berlaku di Indonesia. Kedua sistem tersebut adalah sistem parkir modern yang menggunakan mesin dan sistem parkir konvensional.
Sistem parkir moderen atau sistem parkir yang biasa kita temukan di hotel dan mall di Indonesia adalah sistem parkir yang menggunakan mesin tiket otomatis yang dilengkapi dengan barcode. Mesin ini memberikan tiket parkir dan menyapa ketika anda ketika memasuki area parkir. Mesin ini juga dilengkapi dengan kamera dan mengambil gambar anda beserta kendaraan anda demi alasan keamanan, mengawasi kendaraan anda dari sisi ke sisi area parkir.
Sistem ini juga mengecek tiket anda ketika meninggalkan area parkir dan memberikan tagihan sesuai dengan jenis kendaraan dan lama anda memarkir kendaraan.
Lebih jauh, beberapa mall melakukan tindakan lebih ketat, salah satunya dengan mengecek STNK kendaraan anda untuk memastikan bahwa kendaraan yang anda gunakan bukan merupakan barang curian.
Tipe ini menurut saya sudah cukup bagus, tidak ada masalah tentang sistem parkir ini.
Layanan yang baik dan keamanan yang baik. 10/10. Yaa mungkin tidak mutlak 10/10, tetapi setidaknya jauh lebih baik jika dibandingkan dengan sistem parkir konvensional.
Yaa,
Sistem parkir konvensional atau biasa kita sebut parkir tidak resmi/parkir ilegal. Jika anda orang Indonesia asli atau orang yang tumbuh besar di Indonesia, anda pasti dapat dengan jelas dan mudah menemukan sistem parkir ini. Anda bisa menemukannya di beberapa minimarket, di beberapa restoran, pasar (tradisional) dan areal publik, bahkan kadang-kadang juga terdapat di area yang memiliki marka jalan dilarang parkir.
Yaa, parkir di area dilarang parkir mungkin terdengar cukup gila, tetapi itu sungguh ada, bahkan itu bukan bagian yang paling gila.
Saya pribadi merupakan orang Indonesia yang menggunakan motor untuk pergi dari satu tempat ke tempat lain. Seringkali, beberapa tempat yang saya tuju tidak memiliki sistem parkir moderen, sehingga mau tidak mau saya harus menggunakan parkir konvensional atau parkir tidak resmi, yang mungkin menjadikan saya sebagai bagian dari permasalahan ini.
Anda mungkin bertanya-tanya, permasalahan apa ?
Biar saya jelaskan permasalahan parkiran konvensional ini menjadi 4 bagian utama.
- Unprofessionalism
Jadi, mari kita awali dengan anda pergi ke suatu tempat, minimarket misalnya. Anda memarkir motor anda dan berbelanja, tidak terjadi apa-apa. Tidak ada yang menyambut dan mengucapkan selamat datang, tidak ada tiket parkir. Anda mungkin akan berfikir bahwa tidak ada sistem parkir disini, anda merasa aman dengan kunci ganda meskipun mungkin anda memarkir kendaraan anda di tempat yang tidak aman. Selesai belanja, secara tiba-tiba datang suara entah dari mana. Suara itu sangat familiar bagi kita, suara yang berasal dari peluit juru parkir “Prittttttt”.
Jika anda mendengarkan suara itu, itu hanya berarti satu hal, yaitu sang Juru Parkir menagih uang parkir kepada anda. Suara itu menegaskan bahwa ada juru parkir disana dan anda harus membayar uang parkir ketika akan meninggalkan areal parkir.
Secara umum, mereka memberikan pelayanan minimum, sangat sangat minimum. Mereka tidak mempunyai sistem tiket, kamera keamanan dan sistem keamanan yang dapat menjamin kendaraan anda aman ketika parkir. Bahkan, saya meyakini mereka tidak akan bertanggung jawab apabila terjadi kerusakan maupun kehilangan terhadap kendaraan anda. Sistem parkir konvensional ini rawan pencurian, bayangkan betapa mudahnya pencuri untuk mengambil kendaraan anda. Mereka (juru parkir) bahkan tidak bisa menjamin bahwa anda benar-benar pemilik kendaraan anda yang parkir.
Dibandingkan dengan sistem parkir moderen, setidaknya sistem parkir moderen mempunyai sistem tiket yang dapat menjamin orang yang datang memarkir kendaraan adalah orang yang sama dengan orang yang menggunakan kendaraan ketika meninggalkan areal parkir. Mereka akan bertanggung jawab andaikata kendaraan anda hilang sa’at terparkir.
- Diskriminasi
Diskriminasi ?
Entahlah apakah anda menyadarinya (pengguna motor), kita selalu didiskriminasikan oleh juru parkir. Untuk beberapa alasan, para juru parkir sangat peduli terhadap pengendara mobil yang akan parkir jika dibandingkan dengan pengendara motor. Pengendara mobil mendapatkan banyak perhatian dan atensi dari juru parkir ketika mereka memasuki areal parkir. Juru parkir membantu mereka memarkir mobil, memberi aba-aba ketika meninggalkan areal parkir bahkan hingga membantu mengatur lalu lintas agar pengendara mobil dapat melintas dengan tenang ke jalan (seringkali membuat macet).
Sedangkan juru parkir tidak banyak peduli tentang pengendara motor. Mereka hanya meniup peluit sekali dan sering kali mereka tidak membantu kita sa’at parkir maupun ketika kita mengeluarkan motor kita, mereka menagih uang parkir ketika kita hendak pergi.
- No Regulated Payment
Dalam parkir konvensional, tidak ada aturan yang jelas tentang nominal pembayaran parkir.
Dahulu sa’at saya masih kecil, saya ingat membayar parkir cukup dengan Rp 1.000, lalu tiba tiba naik menjadi Rp 2.000, lalu naik lagi menjadi Rp 3.000. Meski kadang-kadang anda masih bisa membayar parkir dengan Rp 2.000. Untuk beberapa alasan, nominal ini nyaris sama di beberapa tempat di Indonesia. Seringkali, anda baru mengetahui nominal parkir naik ketika anda membayar uang lebih sa’at parkir dan menanti uang kembalian.
Misal tarif parkir yang anda biasa bayarkan sebesar Rp 2.000, ketika anda membayar menggunakan uang Rp 5.000 dan berharap mendapat kembalian
Rp 3.000, tetapi anda hanya mendapat kembalian
Rp 2.000 dan yang lebih buruk lagi, tidak banyak orang yang peduli tentang hal ini.
Yaa, ini disebabkan karakteristik orang Indonesia yang kebanyakan adalah orang baik. Banyak dari kita (orang Indonesia) tidak menyukai konflik dan konfrontasi sehingga kita hanya membiarkan hal seperti ini terjadi, yang mana membawa kita ke alasan saya yang ke 4.
- Sepertinya tidak ada yang mau membicarakan hal ini.
Saya yakin, banyak dari pembaca yang beranggapan “ Itu hanya Rp 3.000, kamu masih punya lebih, tidak usah dibesar-besarkan, anggap saja sebagai sedekah ”.
Itu adalah beberapa alasan mengapa tidak ada yang mau membicarakan hal ini. Sebab ketika anda membicarakan tentang hal ini dan mulai mengeluh tentang hal ini, citra sosial anda akan dicap sebagai orang yang pelit, yang tidak mampu merelakan uang
Rp 3.000.
Yaa saya tahu, bahwa orang-orang yang mencari rezeki di sektor informal seperti tukang parkir memang membutuhkan uang, juga saya setuju bahwa sedekah merupakan hal yang baik.
Akan tetapi….
- Saya akan memberikan sedekah, jika saya dalam kondisi mampu untuk melakukannya.
- Saya akan memberikan sedekah, jika saya berkehendak atau berkeinginan umtuk melakukannya.
- Saya akan memberikan sedekah dengan keihklasan dan kerelaan dengan nominal yang saya kehendaki.
- Saya yang menentukan kepada siapa saya ingin bersedekah.
Sementara dalam urusan parkir ini, bukan jenis sedekah yang saya kehendaki. Maksud saya, baiklah jika bagi anda pribadi dapat mengikhlaskannya dan menganggapnya sebagai sedekah. Meski begitu, tidak semua orang bisa.
Yaa, setidaknya jikapun dianggap sedekah, menurut saya tidak, jika dibandingkan dengan kualitas layanan yang kita dapatkan.
Jikapun saya ingin memberikan sedekah sebesar nominal yang dapat diberikan kepada juru parkir, saya lebih baik memberikannya ke Masjid atau kotak amal yang ada di tempat umum. Sedekah jenis ini setidaknya akan diarahkan ke orang-orang yang membutuhkan seperti rumah yatim.
Lalu, anda akan beranggapan, jika memberikan sejumlah uang kepada tukang parkir anda kategorikan sebagai sedekah dan mereka memang membutuhkannya.
Salah, kenyataanya menjadi juru parkir merupakan pekerjaan yang sangat “underrated”.
Dikatakan dalam artikel di tirto.id bahwa penghasilan juru parkir di Jakarta mencapai Rp 9.000.000/bulan, 2.1 kali lipat dari UMR.
Artinya, jika menganggap memberikan uang parkir sebagai sedekah, maka kenyataannya sama dengan memberikan uang ke orang yang relatif kaya dari anda.
Yaa, saya mengerti bahwa saya tidak dapat menggeneralisir hal ini kepada seluruh juru parkir yang ada di Indonesia. Tetapi, jika kita berbicara tentang industri parkir di Indonesia, coba bayangkan seberapa mudah orang di Indonesia untuk dapat memiliki kendaraan pribadi ?
Seperti dalam setiap rumah hari ini, nampak lazim untuk setiap rumah mempunyai setidaknya 2 unit sepeda motor. Pajak kendaraan dan harga bahan bakar relatif murah dilengkapi dengan karakteristik orang Indonesia yang terbiasa untuk pergi ke tempat tujuan menggunakan kendaraan pribadi. Dan ketika anda pergi ke suatu tempat, kita membutuhkan sistem parkir, dan seringkali anda tidak dapat menemukan parkir yang resmi atau legal.
Indonesia mempunyai kurang lebih 270 juta jiwa, bayangkan berapa angka yang didapatkan, jika kita mengkonversi jumlah penduduk dengan uang andai setiap orang mempunyai kendaraan dan setiap kendaraan membayar Rp 2.000.
Bahkan, anda dapat menemukan berita beberapa juru parkir bahkan sampai saling membunuh untuk memperebutkan penguasaan beberapa areal parkir. Itu bisa sampai ada di berita, artinya industri ini sangat menguntungkan.
Yaa, saat ini anda mungkin menganggap saya sebagai orang yang menyebalkan dan perhitungan. Biar saya beritahu satu hal, sistem parkir adalah suatu proses dimana orang (konsumen) membayar sejumlah uang untuk ditukar dengan layanan parkir. Saya hanya berharap orang-orang dapat melihatnya sebagai aktivitas bisnis, bukan sebagai sedekah atau sejenisnya. Saya berharap bahwa orang-orang dapat mendapatkan layanan parkir yang lebih baik dan sistem yang lebih baik.
Yaa, Pemerintah saat ini juga sedang mengusahakan hal itu dengan membuat sejenis “parkingmeter” atau alat pembayaran parkir menggunakan mesin untuk mengatasi berbagai parkir ilegal di beberapa kota. Sayangnya, banyak dari alat-alat tersebut, tidak bertahan lama dan mempunyai banyak masalah.
Jujur saya pribadi juga tidak punya jawaban untuk menyelesaikan permasalahan ini. Sangat mudah untuk berbicara “mari kita standarisasikan”, tetapi apakah hal tersebut memungkinkan dan layak untuk dilakukan ?
Sebab bagaimanapun permasalahan parkir merupakan masalah yang serius, jika ada banyak parkir ilegal dimana kendaraan seharusnya tidak parkir disana, maka menciptakan masalah serius lainnya seperti kemacetan.
Jadi apakah Anda sekalian sudah puas dengan sistem parkir yang sudah ada saat ini ?
Ataukah ada yang perlu dibenahi dan diperbaiki oleh pemerintah ?
Bandung, Minggu, 7 Juni 2020
-Rizal CJI
‘The First Men’
No Responses