banner 728x90

Perspektif Dalam Sejarah dan Sebuah Drama

Perspektif Dalam Sejarah dan Sebuah Drama

Oleh : Irvan Achmad Fadilah

Sejarah adalah sebuah peristiwa dan kejadian yang saling berkaitan satu sama lain. Sebuah peristiwa yang satu akan mempengaruhi peristiwa lainnya. Dalam sebuah peristiwa pun terdapat sebuah perspektif. Ada orang bilang kalau sejarah di sebuah buku, misalnya buku sekolah ditulis oleh penguasa yang sedang berkuasa sa’at itu. Disinilah sebuah perspektif atau pandangan seseorang menjadi berbeda-beda.

Terdapat cerita yang hidup di masyarakat yaitu Bung Karno bertemu seorang petani di tanah Sunda yang bernama Marhaen (atau Mang Aen atau Kang Aen). Setelahnya, Bung Karno punya Gerakan Marhaenisme.
Beliau mengajak orang-orang tidak hanya bekerja sebagai buruh, tetapi memiliki alat-alat dan perusahaan sendiri. Jika tidak mampu memiliki secara tunggal maka setidaknya memiliki secara gotong royong (bersama) melalui koperasi.

Jika dilihat secara seksama, di tahun Bung Karno bertemu sang petani,
apakah ada seorang laki-laki Sunda yang bernama sekeren Marhaen ?

Lazimnya, nama-nama orang Sunda menggunakan sebuah unsur repetisi di dalamnya, contohnya Kokom Komariah, Cecep Purbacep, Yadi Setiadi, Adjat Sudrajat dan sebagainya.

Lalu, Sudjiwo Tejo di buku “Tuhan Maha Asyik” menjelaskan bahwa Marhaen adalah singkatan dari tokoh-tokoh sejarah yang pikiran-pikirannya mempengaruhi Soekarno yaitu Marx, Hegel, Engel. Saya justru lebih sepakat dengan mbah Tejo karena terdapat bukti kuat yaitu Bung Karno membuat Gerakan Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis).

[ Soekarno dalam pledoi ‘Indonesia Menggoegat’ menyebut kata-kata :
” Kang Aen ” dan ” Kang Kromo ”
Artinya nama ‘Aen’ memang lebih sesuai ]

Namun, jika dijelaskan bahwa Marhaen itu dari ketiga tokoh barat tersebut, tidak akan ada sebuah kisah.

Jika Empu Gandring digambarkan sebuah infanteri, maka Ken Arok diceritakan merebut sebuah batalion. Hal itu kurang menarik, maka Empu Gandring disebutkan sebuah sosok dengan keris bertuah.

Mungkin begitu juga dengan Tuhan menciptakan Malaikat, Jin dan Setan. Mereka diciptakan agar adanya cerita dimana seseorang tergoda oleh setan untuk buka puasa di siang hari atau mencuri motor orang dan kejahatan lainnya.

Jika dijelaskan bahwa berbuat kejahatan disebabkan oleh proses-proses hormonal dan lain-lain dalam tubuh manusia yang secara kimiawi mendorong raga melakukannya, maka komik-komik setan dan azab tidak akan menarik sama sekali. Karena dalam diri manusia sejatinya terdapat tiga kecenderungan yang silih berganti.

Kecenderungan berbuat baik, jahat dan kebutuhan biologis. Mungkin hal-hal tersebut menandakan bahwa Tuhan menyukai drama, dimana kita memainkan sebuah peran baik protagonist, antagonis maupun pemeran pendukung di dunia ini.
Jika dapat dipahami secara menyeluruh, tidak perlu kita menyikapinya dengan buruk.

Bandung, Minggu, 17 Mei 2020

Irvan CJI

Sumber foto : http://republika.co.id

banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan