banner 728x90

Implikasi Mudik Terhadap Penyebaran Covid-19

Implikasi Mudik Terhadap Penyebaran Covid-19

Tahukah anda, beberapa negara di dunia sudah mulai membuka ‘lockdown’ atau karantina wilayah yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.
Vietnam, pada tanggal 23 April 2020 dengan catatan 0 orang meninggal dalam memenangkan perang mereka melawan Covid-19.

Italia, negara posisi ketiga yang paling terdampak Covid-19 juga mulai membuka ‘lockdown’ secara bertahap pada 10 April 2020. Juga Denmark, Perdana Menteri Mette Frederiksen mengatakan,
“membuka ‘lockdown’ ibarat berjalan diatas tali ditarik dengan kencang, jika kami tetap beridiri disana bisa terjatuh, tetapi jika kami berjalan terlalu cepat bisa berbahaya. Karena itu kami harus melangkah setahap demi setahap”,
seraya mulai membuka ‘lockdown’ pada 15 April 2020.

Begitupun beberapa negara lain di dunia yang sudah dan merencanakan membuka ‘lockdown’ secara bertahap.

[ setiap negara memiliki karakter yang berbeda satu sama yang lainnya.
‘Lock Down’ pada suatu negara, tidak serta merta bisa diterapkan pada negara lain.
Begitu pula sebaliknya ]

Hal ini membuat saya iri sebagai orang Indonesia. Pasalnya Indonesia masih berkutat dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), istilah lain dari ‘lockdown’ atau karantina wilayah. Ini diberlakukan di beberapa Kota dan Provinsi, seberti di Jabodetabek, Bandung Raya plus Sumedang, Palangkaraya dan beberapa wilayah lainnya. Salah satu kendala dalam PSBB ini adalah adanya tradisi mudik.

[ tingkat kedisiplinan masyarakat Indonesia masih rendah ]

Mudik, berasal dari kata ‘Mulih Ndisit’ yang artinya pergi untuk sementara waktu.
Pergi darimana kemana ?

Biasanya dari Kota Besar tempat untuk bekerja atau belajar kembali ke tanah kelahiran untuk menengok orang tua khusus pada perayaan ‘Idul Fithri.
Ada beberapa pihak yang menyatakan Mudik sama dengan Pulang Kampung.

Saya berpendapat lain, yang membedakan mudik dengan pulang kampung adalah waktunya.
Mudik hanya dinamakan mudik, jika dilaksanakan selama bulan suci Ramadhan untuk mengejar supaya bisa merayakan Lebaran ‘Idul Fithri di Kampung Halaman dengan keluarga.
Jika Pulang Kampung, bisa dilaksanakan kapan saja.

Mudik menjadi masalah karena melibatkan banyak orang dari beberapa Kota Besar untuk menuju ke kampung halaman masing-masing baik di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa.
Ini sangat mengganggu pelacakan dan pemutusan rantai penyebaran Covid-19. Tidak menutup kemungkinan orang yang mudik dari Jabodetabek berperan sebagai ‘carrier’ dan menyebarkan Covid-19 di kampung halamannya.

Lebih jauh, semakin banyak orang berpotensi terpapar Covid-19 artinya dibutuhkan lebih banyak tindakan yang harus dilakukan pemerintah untuk menghentikan penyebaran Covid 19.

[ juga waktu akan semakin lama karena penyebaran virus corona menyebar kemanapun ]

Salah satu tindakan pemerintah dalam melawan Covid-19 ini adalah melaksanakan ‘Rapid Test’. Sayangnya, banyak yang keliru tentang cara kerja ‘Rapid Test’, banyak yang beranggapan bahwa ‘Rapid Test’ adalah mendeteksi ada atau tidaknya Virus Corona dalam tubuh seseorang.

Fatwa Adikusuma, seorang peneliti dari Medical School Adelaide University menjelaskan bahwa ‘Rapid Test’ mendeteksi Antibodi yang dikeluarkan oleh tubuh manusia.

Analoginya seperti Penjahat (virus) dan Polisi (antibodi). Jika melihat ada Polisi di suatu TKP, ada dua kemungkinan :

  1. Penjahatnya ada di lokasi (sedang diamankan polisi)
  2. Penjahatnya sudah dipenjara (tidak ada lagi), tapi Polisi masih menjaga lokasi TKP.

Tetapi, terbuka opsi kemungkinan bahwa penjahat sedang melakukan aksi dan Polisi belum datang ke lokasi TKP, sehingga Polisi (antibodi) tidak terdeteksi (mengetahui), padahal penjahat (virus) sedang ganas-ganasnya.

Maka, orang yang hasil ‘Rapid Test’-nya positif, bisa jadi sudah sembuh dari infeksi virus.
Penjahat (virus) sudah dipenjara dan Polisi (antibodi) masih berada di TKP.
Sedangkan, orang yang hasil testnya Negatif, maka bisa jadi sudah terinfeksi tetapi antibodinya belum muncul.

Penjahat sedang beraksi, sedangkan Polisi (antibodi) belum datang.
Itulah ketidak-akuratan ”Rapid Test’. Oleh sebab itu, ‘Rapid Test’ tidak dapat dijadikan alat untuk mendiagnosis apakah sesorang sedang terinfeksi atau tidak.

Untuk keperluan Diagnosis, artinya kita harus mengetahui langsung ada atau tidaknya virus dengan mendeteksi keberadaan genetic material virusnya. Salah satu metode yang terbaik dan digunakan sa’at ini adalah metode reverse transcriptase quantitative (real-time) PCR, atau yang lebih dikenal dengan test PCR.
‘Rapid Test’ lebih bermanfa’at sebagai alat survey untuk mengetahui berapa banyak orang yang sudah pernah terinfeksi virus di sebuah populasi.

Semoga ‘Rapid Test’ yang dilakukan pemerintah memiliki tujuan (hasil) yang tepat, tidak salah langkah dan salah interpretasi. Sehingga dapat membantu dalam menentukan kebijakan ke depannya. Dimana dokter, rumah sakit dan pihak lainnya tidak melakukan ‘Rapid Test’ untuk menentukan apakah seseorang negatif atau positif terpapar Corona.

Bandung, Minggu, 3 Mei.2020

-Rizal CJI

banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan