banner 728x90

Kartini, Seorang Penulis dan Kutu Buku

Kartini, Seorang Penulis dan Kutu Buku

Halo Indonesia, selamat memperingati hari Kartini. Pada tanggal 21 April 1879 di Jepara, salah seorang Pahlawan Indonesia dilahirkan.
Namanya Raden Ajeng Kartini, beliau adalah tokoh penggagas emansipasi wanita di era kolonial Hindia Belanda.

Pada masa itu, perempuan tidak bisa mendapatkan akses pendidikan yang tinggi sebagaimana kaum lelaki. Perempuan hanya dipersiapkan sebagai ibu rumah tangga yang tugasnya hanya masak, mengurus rumah dan menjalankan tugas sebagai istri, bahkan sudah sejak usia dini RA Kartini merupakan salah satu yang mengalami perlakuan sejenis itu.
Sejak usia muda, beliau sudah dipingit dan dipersiapkan untuk dinikahkan dengan Bupati Rembang.

Karena beliau merupakan anak dari pejabat/bupati, dia menguasai ilmu baca tulis dan bahasa Belanda.
Kartini sering menulis surat tentang keresahannya kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda.
Surat-surat Kartini banyak mengungkap tentang kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi perempuan Jawa yang lebih maju seperti orang Eropa.

Kartini menginginkan agar perjuangan wanita memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan kedudukan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.
Kartini juga membuat sekolah dan mendidik ilmu keputrian.

[ Kartini menyelenggarakan pendidikan/sekolah hanya 1 tahun sejak 1903 (menikah) sampai 1904 (melahirkan dan meninggal), tidak efektif juga dalam kondisi hamil.

Dia lebih banyak berkiprah sebagai penulis baik yang dimuat di majalah/surat kabir maupun surat menyurat (curhat) ]

Ketika Kartini wafat, surat-surat Kartini akhirnya dikumpulkan dan dibukukan dengan judul ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’.

Atas pergerakannya, Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964 yang menenetapkan RA Kartini sebagai Pahlawan Nasional. Serta menetapkan hari lahir RA Kartini pada tanggal 21 April untuk diperingati sebagai hari besar yang kemudian dikenal dengan Hari Kartini.

Tidak ada yang salah dengan Pergerakan RA Kartini, hal yang sedikit mengganggu saya adalah mengapa hari perayaan Hari Kartini diisi dengan acara lomba masak dan dandan ?

Di Indonesia sendiri, perayaan hari itu dilingkup sekolahan dirayakan dengan parade baju daerah dan lomba masak.
Saya sendiri belum menemukan korelasi dari lomba masak dan baju daerah terhadap sepak terjang Kartini.

Apakah ukuran wanita seutuhnya diukur dari ukuran sanggul dan lezatnya bumbu cepat saji dalam perlombaan hari Kartini ?

Maesy Angelina, seorang feminis sekaligus pengelola toko buku ‘Independent Post’ menyatakan bahwa perubahan arah perayaan Hari Kartini dipengaruhi oleh upaya pembangunan narasi oleh Rezim Orde Baru.

Perayaan diarahkan menjadi sangat Jawa Sentris, seperti rutinitas lomba dandan, memasak dan memasang sanggul.
Hal ini muncul pada akhir 1960an dan awal 1970an. Kita hanya tahu bahwa perayaan Hari Kartini selalu identik dengan baju adat dan hal yang sangat domestik.
Seolah-olah emansipasi perempuan yang diharapkan agar tetap di ranah domestik, bukan di ranah politik.

[ Soeharto menggantikan Soekarno pada tahun 1967 ]

Tidak ada yang salah dengan perempuan yang memilih belajar memasak, menjahit dan berdandan atau menjadi ibu rumah tangga.
Tidak ada bedanya dengan perempuan yang memilih belajar menyelam, bertinju atau beternak lele.

Gapailah mimpi setinggi mungkin dan jangan lupa kodrat sebagai wanita. Selamat Hari Kartini.

Bandung, Selasa, 21 April 2020

-Rizal CJI

banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan