Pembelajaran Bagi Penentang Amerika Serikat


Dalam dunia yang kita tinggali ini, entah kita telah ber-revolusi berapa kali, selalu saja ada persaingan untuk memperebutkan dominasi dan supremasi. Lalu, siapapun yang memenangkan persaingan, maka mendapat hak untuk menentukan aturan bagi pihak yang kalah. Tentu ada konsekuensi bagi setiap pihak yang berani menentang kebijakan tersebut.
Pihak yang menjadi salah satu pemegang kekuasaan di dunia sa’at ini adalah Amerika Serikat (AS). Dalam menjalankan perannya bersama lima negara pemilik hak veto lainnya, AS mempunyai suatu perencanaan yang dinamakan ‘Grand Area’.
Salah satu wilayah yang terdampak menjadi bagian dari ‘Grand Area’ adalah Amerika Latin.
Amerika senang sekali menghancurkan gagasan nasionalisme independen dan kekuatan rakyat di negara ‘Grand Area’. Tidak ada satupun negara di dunia yang terbebas dari perlakuan semacam ini tak peduli meski mereka adalah negara yang lemah dan tak terlampau penting.
[ Bangsa Indonesia pernah beberapa kali mengalami hal ini yaitu era Soekarno yang berani melawan kebijakan Amerika Serikat salah satunya menolak memberikan ‘Freeport’ secara gratis, akhirnya CIA turun tangan berkolaborasi dengan Soeharto, hasilnya Soekarno pun tumbang.
Begitupun yang terjadi pada Gus Dur, sama ditumbangkan juga karena berani meminta 15% keuntungan PT Freeport untuk NKRI ]
Semakin lemah dan semakin miskin suatu negara, tapi semakin berbahaya bagi kepentingan AS, maka akan ia habisi.
Ada juga contoh dari negara yang melakukan pembangunan yang berhasil. Jadi pada dasarnya, meskipun AS adalah kiblatnya demokrasi, mereka tidak peduli apakah negara-negara di semenanjung ‘Grand Area’ menerapkan demokrasi yang baik atau tidak, melakukan pembangaunan yang berhasil atau tidak, mereka hanya peduli apakah negara tersebut bisa kooperatif dan mendukung kebutuhan AS atau tidak.
Jika tidak bisa bekerja sama dan patuh terhadap kebijakan yang diinginkan AS, maka bersiaplah menanggung akibatnya.
[ salah satu negara yang benar-benar AS hancurkan adalah Negara Iraq dan Libya ]
Hal yang menyedihkan terjadi di Amerika Latin, mereka adalah negara yang kaya dengan banyak sumber daya alam, tetapi rakyatnya banyak yang kelaparan.
Ini karena AS seringkali mendukung diktator yang bisa dijinakan, bisa menuruti perintah AS tidak peduli apakah diktator itu mengakibatkan banyak rakyat di negaranya tersiksa dan kelaparan.
Salah satu negara yang mengalami ini adalah Nicaragua yang dipimpin oleh seorang diktator Anastasio Somoza.
Somoza adalah perpanjangan (tangan) AS di Nicaragua. Selama tirani Somoza masih berkuasa, maka tidak ada ancaman bagi AS.
Pada akhir 1970an, Somoza ditantang oleh Sandinista. Pertama-tama, AS menerapkan strategi melembagakan suatu hal yang disebut ‘Somozaisme’ yaitu keseluruhan sistem korup yang utuh dengan menempatkan orang lain di puncaknya.
Ketika strategi ini tidak berhasil, Presiden Carter mencoba mempertahankan Garda Nasional Somoza sebagai basis kekuatan AS di Nicaragua.
Garda Nasional ini sangat brutal dan kasar.
Pada 1976 mereka melakukan berbagai kekejaman dalam konfrontasi melawan pajuang Sandinista, salah satunya dengan melakukan pengeboman di pemukiman padat penduduk di Managua. Hal ini membunuh puluhan ribu warga sipil.
Beberapa hari kemudian, Somoza kabur ke Miami membawa harta kekayaan nasional Nicaragua yang tersisa, Gardapun hancur.
Pemerintahan Presiden Carter akhirnya membuka opsi baru yaitu dengan menata Garda baru di Perbatasan Nicaragua. Argentina ditunjuk sebagai mitra Presiden Carter.
Pada waktu itu Argentina dipimpin oleh Jenderal Neo-Nazi yang membantu menata Garda yang kemudian dinamakan ‘Contras’ atau pejuang kemerdekaan.
Presiden Reagan menggunakan pasukan ini untuk memberikan teror skala besar dalam perang melawan Nicaragua, tidak hanya perang secara fisik, tetapi juga dikombinasikan dengan perang ekonomi yang lebih mengerikan lagi.
Hal yang menjadi pertanyaan mendasar adalah kenapa dengan Nicaragua ?
Nicaragua adalah negara yang berupaya keras untuk memberantas ketidaksetaraan dalam kepemilikan lahan, memperluas pelayanan kesehatan, meningkatkan kualitas pendidikan dan pertanian kepada keluarga-keluarga petani miskin.
Selain daripada itu, menurut Bank Dunia, pada 1980an pembangunan nasional yang terjadi di Nicaragua lebih sukses dari daerah manapun di dunia.
Keberhasilan pembangunan dan reformasi Sandinista sangat menakutkan bagi para perencana kebijakan di AS. Kebencian AS terhadap Sandinista disebabkan karena Sandinista mencoba menyalurkan sumber daya kepada masyarakat miskin di Nicaragua (dan berhasil).
[ Hal ini pula kenapa Amerika Serikat sangat perlu menjatuhkan Presiden Gus Dur secepatnya yaitu supaya rakyat tetap miskin.
Kurang dari 3 bulan setelah Rizal Ramli bertemu empat mata dengan CEO Freeport yang minta supaya Gus Dur membatalkan permintaan keuntungan demi NKRI ]
Maka AS meluncurkan serangan tiga lapis untuk menumbangkan Sandinista dan Nicaragua.
Pertama AS mendesak Bank Dunia dengan tekanan tinggi yang memaksa mereka menghentikan semua proyek pembangunan dan bantuan untuk Nicaragua.
Kedua, AS melaksanakan konfrontasi bersama perang ekonomi ilegal dan boikot untuk mengakhiri harapan mengenai kemajuan ekonomi dan reformasi sosial.
Teror ini menjamin supaya Nicaragua tidak dapat memobilisasi kekuatan militernya juga mengalihkan sumberdayanya yang terbatas untuk merekonstruksi kehancuran yang ditinggalkan oleh pemerintahan Reagan.
Ketiga, menggunakan penipuan diplomatik untuk menghancurkan Nicaragua. AS mengganggu proses pemilu yang dilaksanakan di Nicaragua dengan melibatkan CIA. Ketika musim kampanye dimulai, AS melakukan propaganda yang menyatakan bahwa emnbargo dan teror pasukan ‘Contras’ akan terus berlangsung jika Sandinista memenangkan pemilihan.
Itulah pelajarannya. Ketika hak-hak investor terancam, demokrasi harus dienyahkan. Selama hak-hak investor terlindungi dengan baik, bahkan pembunuh maupun penyiksa yang sadis akan tetap damai sejahtera sentosa.
Di berbagai belahan dunia yang lain, beberapa pemerintahan dihambat atau digulingkan dengan dukungan AS. Kebijakan kebijakan AS seperti di Nicaragua, El Salvador, Guatemala memiliki banyak kesamaan dengan kebijakan AS di banyak tempat lainnya di dunia.
[ Indonesia setelah Jokowi berhasil merebut kembali 51% saham kepemilikan PT Freeport, tentu AS bakal menggunakan berbagai cara lewat teror dan para kroni ‘genk’ Cendana untuk senantiasa mengganggu dan merongrong kebijakan Jokowi ]
Metode-metode yang digunakan tidak selalu cantik, sebagaimana interpretasi kita akan dunia, tidak selalu cantik.
Sumber :
Chomsky, N. (2016). How The World Works (Vol. III). (D. Mawesti, Ed., & T. Setiadi, Trans.) Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia : Bentang Pustaka.
Bandung, Kamis, 16 April 2020
-Rizal, CJI
No Responses