banner 728x90

Seseorang Tanpa Keluhan

Seseorang Tanpa Keluhan

Oleh : Irvan Achmad Fadilah CJI

Di Banyumas, seorang anak bernama Purwadadi lahir pada tanggal 8 Juni 1982. Maman Abdurrahman lahir di Jakarta satu bulan sebelumnya. Purwadadi dan Maman suka sekali bermain bola sedari kecil, tetapi mereka lahir di lingkungan yang berbeda dan nasib yang tak sama.
Maman sekarang masih bermain bola untuk Persija dan mendapatkan uang dari permainan masa kecilnya tersebut, tetapi Purwadadi harus berdagang siomay dengan lapang dada karena cedera yang dialami sewaktu masa mudanya.

Meskipun demikian, jika mas Pur ini menjadi pemain bola professional, maka dipastikan tulisan hasil wawancara ini tidak akan pernah ada.

Tahun 1999, mas Pur yang berumur 17 tahun melakukan perjalanan dari Banyumas ke Bandung menggunakan kereta dengan tiket yang masih sangat ekonomis yaitu Rp. 18.000.
Pada awalnya, mas Pur berkerja sebagai petugas cuci piring atau istilah kerennya adalah ‘dishwasher’ di sebuah tempat makan ayam goreng Cihampelas. Ia mencuci piring dan peralatan dapur lainnya lebih dari tiga baskom setiap hari.

“Gaji pertama mas berapa waktu tahun 1999 ?” tanya saya.

“Seratus ribu hihihi,” ucap mas Pur.

“Seratus ribu ? Cukup emang buat sebulan ?”

“Dicukup-cukupin a, untungnya tempat tinggal disediain si bos, tapi satu kamar sepuluh orang, sisanya ditabung buat mudik setelah lebaran sama nabungnya di knalpot mobil si bos yang ga kepake, saya elap-elapin aja terus dipake (nabung) hihihi”.

“Keren juga nabung di knalpot mobil mas !”.

“Alhamdulillah bisa nyampe delapan ratus ribu, terus saya kasih ke ibu saya hihihi”.

Setelah menjadi ‘dishwasher’, mas Pur naik jabatan menjadi seseorang yang belanja keperluan warung ayam goreng. Mulai dari beras, ayam, kecap, tisu, dan sayuran.
Ia belanja ke pasar Ciroyom bermartabat. Ciroyom adalah surga bagi para pedagang, tetapi untuk para pengguna jalan yang melintas ke pasar Ciroyom merupakan sebuah pengalaman yang unik karena aroma khas ala Ciroyom dan kemacetan yang ditimbulkan oleh kereta (api) akan membuat seseorang mengerti bahwa Bandung bukanlah kota seperti Paris, tetapi Bandung adalah Bandung yang apa adanya.

Setelah menjadi tukang belanja, mas Pur pun naik pangkat menjadi “chef’ di warung ayam goreng tersebut. Pekerjaan ini berlangsung hingga tahun 2005.
Di tahun tersebut, warung ayam goreng itu bangkrut lalu mas Pur diajak oleh putra bosnya bekerja di warung soto ayam. Warung ini terdapat di Jl Setiabudi sebelum IKIP.

“Mas tau UPI ga ?” ujar saya.

“ndak tau a, dimana itu?” jawab mas Pur.

“Di Setiabudi mas, dulunya IKIP Bandung”.

“kalo IKIP saya tau a, tempat saya kerja dulu dekat situ hihihi”.

Setelah pekerjaan ini berlangsung dua tahun, warung soto ini bangkrut juga dan putra bos ayam goreng ini mendirikan tempat cuci motor dan mobil.
Ia mempekerjakan lagi mas Pur pada usaha barunya tersebut.

“Gak lama saya kerja di tempat cuci motor, tahun 2015 saya berhenti kerja terus pulang kampung, di kampung saya beli dua sapi kecil terus ngurus satu tahun hehehe”, ucap mas Pur.

“Terus sapinya sekarang dimana mas ?”, ucap saya.

“Saya jual pas lebaran Idul Adhha a, lumayan untungnya hihihi”

Sesuatu hal yang keren pada mas Pur adalah melamar wanita (istrinya sekarang) setelah hanya beberapa jam bertemu untuk pertama kalinya. Cinta pandangan pertama yang tidak didramatisir.

“Mas nikah kapan ?”, tanya saya.

“Tahun 2015 a”, jawab mas Pur.

“Cerita ketemu sama istrinya gimana mas ?”

“Saya waktu itu kan lagi dikampung, terus ibu saya jodohin saya ke calon istri saya itu, terus ketemuan di griya gitu di Banyumas, beberapa jam kemudian saya sama sodara saya ke rumahnya, terus tukeran cincin gitu.”

“Ga sampai sehari langsung dilamar mas ?
Keren pisan mas !”

“hihihi gatau a yah, mungkin udah rezeki saya, soalnya dia langsung yakin sama saya dan saya juga sama a”.

“Mas Pur pernah pacaran ?”

“Ga pernah a, saya pernah ngedeketin, tapi gajadi gitu, biaya pernikahan juga semuanya dari saya a, hasil dari kerja hihihi”.

Saya kira ‘jodoh pasti bertemu’ hanya ada di lagunya Afgan Syahreza. Sungguh sangat menenangkan hati untuk seorang jomblo seperti saya.

Lalu, tanpa disadari, mas Pur ternyata mempunyai filosofi yang sangat sederhana, tetapi mempunyai efek yang luar biasa.

“Mas punya keluhan ga terhadap pemerintah misalnya atau keluhan hidup ?”, ujar saya.

“Ga ada a, mending jalani aja apa yang ada, toh ngeluh ga bakalan hidup jadi lebih baik hihih”, jawab mas Pur.

Ucapan mas Pur seakan-akan menampar jiwa dan raga saya yang selama ini mengeluh terus menerus terhadap orang tua, pemerintah, teman, bahkan Tuhan.
Seseorang yang lebih kurang beruntung seperti mas Pur tidak pernah mengeluh atas apa yang Tuhan takdirkan kepadanya.
Ia hanya berusaha sembari berdo’a kepada tuhan. Terkadang seseorang yang bernasib lebih baik hanya melihat seseorang ke atas dan tidak melihat ke bawah. Sungguh sebuah ironi

Setelah menikah, mas Pur merantau kembali ke Bandung lalu berdagang siomay, tetapi bukan milik sendiri, ia harus presentasi kepada bos siomay dan harus membayar setoran perharinya.
Ia mendapat laba bersih per hari 80 ribu hingga 100 ribu per hari. Ia berdagang dari sore hingga malam mengusir orang-orang ke rumahnya masing-masing dari jalanan.

“Apa harapan mas kedepannya ?”, ujar saya.

“Saya pengen punya usaha yang lebih besar, nyenengin istri, itu aja”, seru mas Pur.

“Kalo anak ?”

“Saya belum dikasih anak a hihihi”.

“Semoga cepet punya anak mas !”.

“aamiin a suwun hihihi”.

Setelah mengobrol hampir satu jam, makan satu piring siomay dan menghisap tiga batang rokok Magnum Filter, saya pun berterima kasih kepada mas Pur.
Sebagai bentuk terima kasih, saya berikan sebotol floridina dan tiga lembar uang.

Sebenarnya, uang dan minuman tersebut tidak sebanding dengan pelajaran yang dapat saya ambil dari perbincangan singkat nan berkualitas ini.
Terkadang kita hidup di masa yang belum tentu kita jalani dan melupakan apa yang sedang terjadi hari ini.

Bandung, Jum’at, 13 Maret 2020

banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan