Apa Kabar Travel Agent Di Era ‘Disruption’ (Disrupsi) ?


Secara umum, yaa tidak baik-baik saja, tapi masih ‘struggle’ untuk bertahan. Dunia semakin maju dan tidak tertebak. Teknologi berkembang pesat sekali, segala hal mulai diotomatisasi.
Banyak pekerjaan mulai tergantikan oleh mesin dan robot.
Di dunia pariwisata, informasi saat ini menjadi komoditas utama.
Siapapun yang menguasai informasi, maka dapat menguasai berbagai sektor di Pariwisata.
Pada hari Kamis tanggal 12 Maret 2020, saya berkesempatan berdialog dengan salah satu pelaku usaha di bisnis Perjalanan Wisata.
Namanya adalah Reza Novaldy, direktur dari PT Tama Putera Wisata.
Beliau sudah lebih dari 20 tahun berkecimpung di dunia Perjalanan Pariwisata hingga menjadi salah satu Tour Consultant yang termasyur di Jakarta.
Beliau bercerita tentang bagaimana dulu PT Tama Putera Wisata beroperasi dengan 2 kantor, di Jl Abdul Rahman Saleh dan Jl Padjajaran.
Permintaan di masa lalu banyak sekali hingga menggunakan 2 kantor dengan banyak pegawai dari front line, driver dan staf administrasi dimiliki oleh perusahaan.
Mobil operasional berjejer dan dimiliki.
Banyak aset-aset tersebut dimiliki melalui hutang. Hutang bagai pedang bermata dua, bisa membuat perusahaan kaya atau minimal membuat perusahaan nampak kaya ataupun dapat menggoyang operasional perusahaan. Hutang juga dapat mempengaruhi keputusan yang diambil oleh perusahaan.
Pimpinan perusahaan yang membangun usahanya dengan hutang, setiap bulannya pusing memikirkan jatuh tempo,
“Rasanya kaya kamu kerja di depan anjing herder, tiap menit digonggongin terus, gimana mau fokus kerja” ujar Pak Reza.
Dahulu, hubungan dan komitmen antar komponen pariwisata terjalin dengan sangat baik antara supplier (hotel, transport, guide, destinasi wisata dll) dan distributor (travel agent/ biro perjalanan wisata).
Hal ini membuat suatu asosiasi seperti IATA dan ASITA yang mengakomodir supplier dan distributor agar bisa bekerja sama dan bersinergi dengan baik.
Tetapi, badai mulai datang, ketika internet sudah mulai berkembang, berbagai start up mulai muncul dan mengobrak abrik pasar. Airlines mulai menyediakan low cost carrier, pesawat dengan harga murah sehingga hampir semua orang bisa terbang dengan pesawat seperti tagline Air Asia “Now Everyone Can Fly”.
Lalu hotel-hotel murah yang tumbuh bak jamur di musim hujan. Disusul dengan munculnya destinasi-destinasi pariwisata baru, ini yang menumbuhkan minat berwisata di kala itu.
Hari demi hari, teknologi menjadi semakin maju, teknologi ticketing mulai bermunculan seperti Tiket.com, Traveloka, Pegi pegi dll, menggerus pasar dari Travel Agent.
Sekarang pada tahun 2020, dengan berbagai persaingan ditambah pula beban perusahaan dan penyebaran virus covid 19.
Haji Umrah tidak bisa berangkat ke Mekkah, pergi ke luar negeripun terkena travel warning, Market inbound tidak bisa datang sehingga semua berebut pangsa pasar domestik. Alhasil, banyak travel-travel besar mulai mengurangi biaya operasional, salah satunya dengan merumahkan pegawai dan menjual aset.
Semakin besar dapur, maka semakin besar biaya operasional. Biaya semakin besar dibandingkan dengan penjualan yang terus menurun.
Maka hal paling rasional yang bisa dilakukan saat ini adalah mengurangi biaya operasional dan menjual aset.
Pengusaha yang hebat adalah yang mampu berfikir kreatif, inovatif dan menyelamatkan perusahaannya dari kebangkrutan, mari kita tunggu dan lihat kejutan berikutnya dari zaman ini.
Bandung, Kamis, 12 Maret 2020
- Rizal CJI
No Responses