Era Generasi ‘Sédéng’ Generasi Silang Telunjuk Di Dahi


“Dasar jelema ‘Sédéng’ !”
begitu komentar orang ketika melihat atau sekedar mengomentari seseorang yang punya ciri khas ‘seuseurian sorangan’ atau ‘sura seuri sorangan’ bahkan ‘ngomong sorangan’.
Komen tersebut sambil dikuti gerakan ngangkat jari telunjuk (jari lainnya dilipat) dan menempelkan pada dahi dengan posisi miring.
Simbolisasi bahwa orang yang punya ciri tersebut adalah orang yang tidak waras dan tidak normal alias gila, ‘sedeng’ ceuk urang Sunda mah.
Apa bedanya perilaku atau karakter antara orang normal/sehat dengan orang gila/abnormal/Sédéng ?
Orang ‘Sédéng’ punya karakter/sifat yang sangat khas dan tidak dimiliki oleh orang sehat dan normal.
Mereka sudah kehilangan rasa peduli terhadap apapun, baik pada diri mereka sendiri, keluarga, masyarakat apalagi pada alam lingkungan.
Kedua, mereka hanya hidup dalam wilayah dan alam imajinasi, khayal, maya serta alam dunia yang hanya diri mereka sendiri yang bisa masuk dan berinteraksi/berkomunikasi tanpa ada seorangpun yang bisa mengganggu apalagi mengintervensi.
Hidup adalah dirinya dan hanya diri mereka sendiri.
Tidak perlu komunikasi dengan sesama apalagi berinteraksi sosial dengan orang lain.
Dulu sampai era tahun 2000 an, siapapun orang yang berani dengan sengaja (bukan ‘heureuy’ atau bercanda) melakukan simbolisasi gerakan itu
[ ngangkat jari telunjuk dan menempelkan di dahi ]
berarti telah sengaja menghina seseorang setara dengan kata,
“Kamu orang gila !”
Bersamaan dengan berakhirnya perang dunia antar negara super power yang semakin cair dan tidak jelas lagi perang apa dan lawan siapa.
Perang antar penguasa dunia pun berubah wujud.
Tidak ada cerita, tiba-tiba Amerika Serikat datang ke Indonesia dengan pasukan tempurnya langsung membombardir dan merebut paksa dengan kekuatan militer dan senjata untuk mengalahkan dan menguasai NKRI.
Rusia menyerang Singapura untuk dijadikan negara bagiannya, sudah tamat.
China mengirim pasukan militer ke Brunei untuk segera menjadikannya sebagai provinsi termuda China, tidak akan ada lagi cerita ini.
Terakhir perang besar terjadi antara Amerika Serikat beserta sekutunya versus Uni Soviet yang berubah jadi Rusia (setelah dilanda perang saudara sesama sekutunya) yang dikenal sejarah dengan nama Perang Dingin.
Sejalan zaman dan roda dunia berputar, maka era Perang Dingin pun mencair dan lambat namun pasti berubah wujud.
Internet sejatinya adalah alat senjata perang Amerika Serikat yang sengaja dikembangkan untuk hadapi persaingan perang semesta raya atas Rusia.
Situasi dunia berubah cepat, maka Amerika Serikat tidak lagi murni menggunakan ‘Internet’ sebagai perangkat perang kasat mata, namun dari sisi bisnisnya dilempar ke pasar umum/global.
Jadilah perangkat internet seperti yang kita konsumsi sampai sa’at ini.
Yang pasti tidak bisa diubah dan harus diterima adalah Amerika Serikat sebagai pencipta dan penguasa ‘Internet’ jelas dapat untung besar dari apapun yang menggunakan perangkat internet.
Sadar atau tidak sadar, setuju atau nolak, suka atau benci bahkan tak perduli percaya atau tidak.
Ya, sangat benar para ahli mengatakan,
” Internet atau gadget atau digital (dan istilah lainnya) sama bahayanya dengan narkoba !
Membuat adiktif atau ketagihan !
Penyebab mengkerutnya otak manusia ! “
Bagaimana kondisi bangsa Indonesia hari ini ?
Tahun 1998 kondisi bangsa Indonesia sangat jelas.
Penguasa Orde Baru Otoriter era Soeharto bersama sekutunya (Golkar, Pengusaha & TNI.Polri) yang sangat pro Amerika Serikat dan asing.
Versus
Rakyat Tertindas, Aktivis Sosial & Kebebasan, ‘Ulama pro rakyat dan masyarakat miskin/ter&di-marjinalkan dan para pembela alam lingkungan yang dirusak binasakan.
Sejak tahun 1999/2000 an sudah tidak jelas lagi.
Presiden Gus Dur Abdurrahman Wahid yang serius berjuang dan membuat terobosan kebijakan untuk mengambil alih aset-aset NKRI dari tangan dan kekuasaan asing
[ salah satunya PT Freeport dipaksa berikan 15% keuntungan Freeport untuk negara dan pemerintah NKRI…freeport melawan…Gus Dur gagal ]
ternyata Gus Dur malah dikeroyok oleh Amin Rais (Ketua MPR RI & Ketua Umum PAN/Ketua PP Muhammadiyah), Akbar Tanjung (Ketua DPR RI & Ketua Umum Golkar), Bimantoro (Kapolri), Megawati (Wapres & Ketua Umum PDIP) & Mathori Abdul Jalil (Ketua Umum PKB yang berkhianat pada Gus Dur karena dijadikan Menteri Pertahanan era Megawati).
Akhirnya Gus Dur berhasil dilengserkan “Secara Politik” yang inkonstitusional karena tidak bisa dibuktikan secara hukum.
Fakta dan sejarah :
Freeport sejak Gus Dur berhasil didongkel paksa secara politik oleh para lawan politiknya yang mementingkan diri sendiri dan kelompoknya, aset dan kegiatannya sama sekali tidak terganggu.
Era Megawati dan SBY selama 10 tahun berkuasa tidak bisa dan tidak mampu merebut kembali aset freeport.
Zaman SBY malah izin freeport sukses diperpanjang.
Supaya masyarakat tidak tahu dan tidak bereaksi apalagi menolak.
Masyarakat diberi mainan atau ‘game’ yaitu Batu Ali.
Sukses dan viral dimanapun, Batu Ali Booming !
[ semua orang tanpa kecuali hanya bicara tentang Batu Ali…mirip hari ini hanya bicara virus corona ]
Tiba-tiba, Batu Ali pun hilang entah kemana diiringi harganya ketika sedang booming, bisa selangit mulai puluhan-ratusan juta sampai miliaran rupiah satu batu ali.
Freeport pun sukses memperpanjang (perbaharui) kontraknya.
Freeport happy perpanjang kontrak tanpa gejolak.
Masyarakat pun happy dimanapun cukup bicara dan bahas hanya batu ali.
Apa peran dan sumbangsih nyata dari internet atau gadget atau dunia digital yang maya bagi kemajuan dan kesejahteraan warga dan bangsa Indonesia ?
Apakah bangsa Indonesia mampu membayar hutangnya hanya cukup gunakan internet/gadget/digital ?
Apakah bangsa Indonesia bisa menanami dan memperbaiki 14.006.450 hektar lahan kritisnya ?
Apakah pemerintah Jawa Barat, Urang Sunda dan 50 juta masyarakat/penduduk Jawa Barat bisa menanami lahan kritis seluas 911.192 hektar ?
Apa yang bisa diperbuat dan dilakukan oleh 7 juta lebih mahasiswa se Indonesia untuk memperbaiki nasib dan takdir negara dan bangsa Indonesia ?
Air Sungai Citarum kotor campur sampah-limbah beracun, lahan kritis DAS Citarum tetap gundul apalagi penegakan hukum tidak bisa dilakukan dengan cepat.
Perpres No 15 Tahun 2018, Pemerintah Pusat & Daerah Provinsi dan Kota.Kabupaten, TNI.Plori dan sebagian kecil masyarakat tidak bisa dan tidak mampu melakukan percepatan sinergitas lintas sektoral.
Anggaran biaya dan ego sektoral serta kepentingan pribadi dan politik masih jadi alasan utama gagalnya gerakan percepatan.
Pertanyaan paling mendasar adalah
Apakah dengan perangkat
Internet & Gadget & Digital dan dunia maya semakin para generasi muda khususnya milenial semakin peduli pada dirinya, masyarakatnya dan alam lingkungannya ?
Ataukah semakin ‘Sédéng‘ dalam arti yang sebenarnya ?
Hanya pelaku dan konsumen dunia maya saja yang bisa menjawabnya.
Bandung, Kamis, 5 Maret 2020
Admin “UTeuK InterD” CJI
No Responses