banner 728x90

Ujaran Kebencianmu Takkan Seindah Katarsisku !

Ujaran Kebencianmu Takkan Seindah Katarsisku !

Oleh : Irvan Achmad Fadilah

“Kebencian adalah seperti meminum racun dan berharap musuhmu yang terbunuh”, ucap seorang revolusioner antiapartheid asal Afrika Selatan, Nelson Mandela. Ujaran kebencian di Indonesia pada tahun politik ini marak sekali kita lihat dan dengar di media-media online maupun cetak. Perbedaan pendapat ataupun pilihan seringkali yang memicu ujaran-ujaran kebencian terjadi. Si satu benci pada si dua dan si dua benci pada si satu. Hal ini terus menerus terjadi hingga menimbulkan sebuah perpecahan diantara manusia-manusia Indonesia. Indonesia yang beragam dewasa ini tidak bisa dikatakan beragam. Indonesia saat ini seperti dibagi dalam dua kelompok saja yaitu kelompok kawan dan lawan.

Teknologi hari ini sudah sangat maju. Media-media online sangat mudah untuk memberikan kita berita dan menghubungkan kita dengan orang banyak yang berada jauh dari tempat kita dengan cepat. Media online atau media sosial memberikan kita banyak manfaat, tetapi memberikan kita lebih banyak lagi keburukan pada hidup kita. Mulai dari hoax, pelecehan seksual, ujaran kebencian dan sebagainya kita dapatkan dari media sosial.

Hal-hal tersebut kita konsumsi setiap hari layaknya makan nasi dengan lauknya. Dimana kita bermain media sosial disitu terdapat hal-hal negatif tersebut. Bodohnya lagi kita menerima hal-hal negatif tersebut begitu saja tanpa mengganggu pikiran kita.

Mochtar Lubis berkata dalam buku Manusia Indonesia : sebuah pertanggungjawaban, “kelemahan kita ialah tidak berdaya melakukan pilihan, semuanya kita terima, dan
biarkan kita hidup Bersama, tanpa mengganggu jiwa kita”. Hal ini membuktikan bahwa kita telah menjadi budak teknologi dan diperdaya olehnya.

Jack White, Vokalis The White Stripes di film ‘It Might Get Loud’ mengatakan, “ teknologi adalah penghancur utama rasa dan kenyataan. Itulah penyakit yang harus kau perangi di bidang kreatif manapun”.

Orang-orang dewasa ini lebih sibuk dengan gawai mereka sendiri dibandingkan berinteraksi langsung satu sama lain. Hal ini menjadikan orang yang jauh menjadi dekat dan orang yang dekat menjadi jauh. Saat berkumpul pun lebih banyak dihabiskan dengan memainkan game di gawai seperti Mobile Legends atau PUBG daripada mengobrol, bercanda, memainkan benda nyata seperti kartu remi dan sebagainya. Tanpa disadari, hal ini pun menyingkirkan teman-teman kita yang tidak memainkan game tersebut. Teman kita yang tidak memainkan game terseebut seolah terasingkan oleh teman yang selama ini ia kenal.

Terkadang kekejaman tidak hanya datang dari sebuah benda tajam atau kriminalisasi, tetapi dari tindakan seolah hal yang ada dianggap tidak ada.

Menurut hemat saya, akar dari segala bentuk ujaran kebencian di Indonesia hari ini berawal dari media sosial yang sangat bebas penggunaannya.

Lalu, bagaimana cara kita melawan ujaran-ujaran kebencian tersebut ?

Hal yang sangat fundamental bisa menjawab pertanyaan hal itu ialah kesadaran. Kesadaran pun akan hadir jika kita membaca buku-buku hebat terlebih buku-buku sastra adiluhung yang menjadikan hati nurani kita mendapat pencerahan darinya.
Buku dapat mempengaruhi cara berfikir dan tindakan kita. Kita tidak akan terburu-buru bertindak jika kita telah mendapat sebuah sifat, karakteristik dan pendirian dari sebuah buku.

“Kalau sebuah bahasa dengan kesusasteraannya tidak didukung oleh tradisi membaca masyarakatnya, maka kematiannya akan segera menyusul”, ujar legenda hidup sastra Indonesia, Ajip Rosidi.

Orang-orang hari ini sebenarnya sedang berjabat tangan dengan maut karena membudidayakan budaya malas membaca.

Selain buku, hal yang sangat penting yang berpengaruh pada sifat dan karakteristik kita ialah musik. Jika kita malas melakukan sesuatu yang baik atau apapun yang positif, setidaknya dengarkanlah musik yang berkelas. Musik-musik di dunia saat ini didominasi oleh musik EDM atau Electronic Dance Music yang sangat mengganggu telinga dan hip-hop kasar yang acak-acakan seperti yang dinyanyikan young lex, youtuber Indonesia dan musik korea yang hanya mengandalkan keseksian dan keberhasilan operasi plastik sebagai pertunjukkan mereka.

Musik-musik berkelas pada tahun 60’ hingga 90’ dilupakan sebagian orang dan dianggap tidak “gaul”. Hal ini bentuk kekeliruan yang sangat besar bagi saya. Menurut pengalaman saya, saat saya memasang lagu-lagu The Doors atau Deep Purple pada speaker di kost teman, teman saya langsung menghardik lagu-lagu tersebut dan menyebutnya “lagu culun”, karena dia penggemar korea akut dan menutup telinga pada lagu-lagu rock klasik 60an.

Musik katarsis adalah obat alternatif untuk meredam ujaran-ujaran kebencian yang ingin kita lontarkan melalui mulut maupun media sosial.
Katarsis menurut Aristoteles merupakan penyucian, pembersihan diri dari hal negatif. Musik katarsis yang sangat berefek hebat salah satunya dinyanyikan oleh Haikal Azizi yang membuat sebuah proyek solo yang diberi nama Bin Idris.

Bin Idris merekam lagu-lagunya di Orange Cliff Records. Lagu yang berjudul ‘rebahan’ merupakan karya yang sangat katarsis hemat saya.

Lirik yang diiringi dengan musik psychedelic folk membuat hanyut didalamnya. Ragu dan cemas tak usah kita hiraukan, semua yang kita damba dan duga belum tentu tiba. Semua keraguan pasti akan berlalu. Que sera-sera, apa yang terjadi, terjadilah. Kita akan menjalani hidup ini dengan rasa tenang dan damai. Hal-hal buruk belum tentu menghampiri kita. Kebencian hanya akan menimbulkan perpecahan dan kesengsaraan. Kebencian takkan menjadi sebuah keindahan, tidak terdapat estetika didalamnya.
Kita bisa maju tanpa menjatuhkan orang lain. Kita harus mencari sebuah katarsis agar hidup kita lebih damai. Keindahan mengalun dari musik katarsis akan mengubah kebencian dalam diri menjadi kebijaksanaan dalam jiwa dan raga.

Bandung, Sabtu, 29 Februari 2020

Irvan CJI

banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan