Tradisi MeMinta-Minta


Setiap yang bernyawa pasti akan mengalami kematian, cepat atau lambat kita sendiri tidak tahu soal itu. Seperti kita ketahui, orang yang meninggal tentunya harus diperlakukan dengan layak. Sama halnya dengan memberikan mereka tempat peristirahatan terakhir yakni pemakaman.
Tempat tersebutlah yang menjadi persinggahan bagi kita sebelum menjalani kehidupan lain di akhirat nanti.
Berbicara mengenai pemakaman, kita saat ini dihadapkan pada masalah lahan yang terbatas untuk Tempat Pemakaman Umum (TPU). Masalah tersebut kian hari kian nyata, belum ditambah kondisi TPU yang ada jauh dari kata layak. Sebagai contoh Senin yang lalu saya berziarah ke makam almarhumah ibu saya, ketika sampai di sana terlihat makam ibu saya di kelilingi ilalang yang tingginya berkisar 30 cm kurang lebih. Wajar dalam benak saya terpikir, mungkin karena imbas dari musim penghujan.
Kondisi tersebut memanglah sangat mengganggu bagi saya, karena saya sangat risih melihat pemandangan seperti itu, apalagi ini adalah pemakaman yang seharusnya dibersihkan setiap hari oleh petugas di sana. Mungkin memang pengurusnya tidak melayani hal itu jika tidak ada bayaran.
Setelah itu, saya pun berziarah dan ketika hendak mendekati makam ibu saya, ada sosok wanita yang tidak terlalu tua datang kepada saya dan bertanya,
” mau ziarah ? “,
Saya hanya meng-iya-kannya, dia lantas bergegas membersihkan kuburan ibu saya tanpa saya minta, sebetulnya saya sudah tahu apa yang akan di lakukan wanita ini.
Tanpa ambil pusing saya pun berziarah, tak selang beberapa lama datanglah beberapa warga ( teman si wanita tadi ) membawa beberapa anak kecil, mereka asyik mengobrol sementara saya sedang berusaha khusyu berdoa, tapi pecah seketika, ketika mereka datang dan sedikit berisik.
Saya sebenarnya sudah paham kenapa mereka datang, tidak lain dan tidak bukan hanya untuk meminta uang sedekah pada saya. Setelah beres berziarah, mereka lalu menatap saya dengan mata yang penuh harapan bahwa saya akan memberikan sepeser uang. Namun demikian tidak sepeser pun uang saya berikan, waktu itu saya berpikir (dialog dalam diri),
” ini kalo terus-terusan diberi sama peziarah seperti saya, pasti mereka menggantungkan hidup dari pemberian, sedangkan mereka mampu dalam artian tenaga, apalagi mereka mencontohkan hal tersebut pada anak-anaknya dan dilakukan oleh anak-anaknya “.
Mereka berkata,
” sedekahnya a ! ” ,
lalu diikuti dengan beberapa doa agar saya senantiasa di beri keberkahan, lalu saya mengaminkan doa tersebut dan bilang,
” punten bu, teu nyandak artos ( maaf bu, ga bawa uang ). “
Saya kira setelah saya bilang begitu mereka akan berhenti, nyatanya tidak. Mereka membuntuti saya sampai hampir ke pintu TPU.
Ternyata memang di sana sudah menjadi kebiasaan, ketika ada orang yang meninggal dan dimakamkan di sana mereka pasti akan “beraksi”. Saya pikir itu akan membuat siapapun risih, terlebih dalam keadaan berduka malah dihadapkan dengan hal semacam itu, rasanya tidak etis.
Apalagi ketika hal tersebut sudah melibatkan anak-anak, sangat buruk dampaknya di kemudian hari.
Anak-anak seperti dieksploitasi, diajarkan hal yang tidak sepatutnya. Memang saya tidak tahu menahu kenapa mereka harus meminta-minta, tapi saya berharap ada penanganan dari Pemerintah ataupun dari dinas terkait sehubungan hal itu agar dibina.
Saya kira mereka juga masih bisa diberi pengertian dan diarahkan agar tidak melakukan hal seperti itu lagi. Apalagi dengan peran pemerintah langsung, tentunya akan sangat berdampak nantinya.
Harapan saya semoga di kemudian hari pelayanan di setiap TPU Kota Bandung dan Kabupaten Bandung ini lebih baik lagi, terbebas dari PMKS.
Semoga juga kehidupan warga sekitar TPU lebih sejahtera lagi dan lebih diperhatikan oleh aparat setempat dan pemerintah langsung.
Bandung, Selasa, 25 Februari 2020
Bayu Triwardani CJI
Sumber foto : https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn%3AANd9GcQyB2vwhlkMm8xmwIPmZzhmTYetvw6MC01cs5bSBfTXNahOrL3T
No Responses