DORONG PRODUKTIVITAS, TINGKATKAN KESEJAHTERAAN BANGSA

Saat ini ada hampir 200 negara di dunia dengan berbagai variasi. Ada negara memiliki kekayaan alam berlimpah, ada yang tidak. Ada populasi besar dan ada yang kecil. Ada yang (punya) iklim panas dan dingin. Terlepas dari itu, seluruh bangsa di dunia memimpikan kesejahteraan dan kemakmuran dimana saat ini produk domestik bruto (PDB per-kapita) adalah ukuran yang paling banyak dipakai.
Data PDB per-kapita menunjukkan tidak adanya kaitan yang kuat antara jumlah populasi suatu negara dengan tingkat kemakmuran. Fakta menunjukkan tidak adanya korelasi antara letak geografis negara dengan tingkat kemakmuran. Kekayaan alam bukan merupakan jaminan kemakmuran. Bahkan kekayaan alam sering kali membuat suatu negara terjebak dalam kebijakan yang salah dan konflik berkepanjangan. Fenomena yang sering disebut _natural resources trap_ atau _Dutch deseases_ mereka berfokus pada upaya mengeksploitasi bahkan lupa berkreasi.
Apa yang menjadi kunci kemakmuran bangsa ?
Apa yang menjadi kesamaan negara-negara Makmur ?
Berbagai studi menunjukkan bahwa semangat dan produktivitas adalah kunci. Negara dengan produktivitas tinggi akan mampu memproduksi barang dan jasa melebihi kebutuhannya.
PDB merupakan agregat produksi dan pendapatan kita. Pertumbuhan yang tinggi dan berkesinambungan merupakan kunci bagi kita untuk dapat bergeser dari ‘middle income’ menjadi ‘high middle income’ dalam jangka menengah untuk memasuki ‘high income’ dalam jangka panjang.
Ekonomi kita harus maju dan harus tumbuh di atas enam persen per tahun agar terhindar dari ‘middle income’ dalam 20 tahun mendatang. Jika gagal yang ada akan kehilangan momentum bonus demografi.
Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla mantan Wakil Presiden ke 10 (SBY) dan 12 (Jokowi) berbagi pengalaman mengenai upaya meningkatkan produktivitas baik di sektor swasta maupun di pemerintahan.
Berikut ulasannya :
1. Menjadikan Bukaka Produsen dan Eksportir Garbarata.
Bukaka mempunyai visi untuk mendorong inovasi teknologi dan meningkatkan peran produk nasional. Pembangunan Bandara Soekarno-Hatta tahap 2 merupakan momentum penting bagi Bukaka. Bukaka memandang rencana pemerintah membangun tahap 2 bandara tersebut sebagai kesempatan besar. Bukaka melakukan observasi tentang apa saja yang bisa di kontribusikan. Bukaka pun mengirim tim insinyur ke berbagai bandara terbaik di dunia untuk melihat garbarata.
2. Konversi Energi
Pada tahun 2005 krisis energi (terjadi), sehingga harga minyak naik mencapai US $ 70 per barel, sebagai antisipasi pemerintah mengambil 3 kebijakan yakni menaikkan harga BBM, menghemat pemakaian listrik dan mengkonversi minyak tanah ke gas LPG.
Pada bulan Maret 2015 harga BBM dinaikkan 120 persen. Kendati demikian suasana tetap tenang karena dibarengi dengan pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat miskin. Keputusan ini menimbulkan demo masyarakat. Pasca kenaikan harga BBM, melihat peluang penguatan fiskal lebih lanjut dengan mengurangi minyak tanah melalui konversi ke sumber energi yang lebih murah. Saat itu telah mencapai 40%.
3. Mengubah pembangunan bandara Indonesia
Berbagai bandara terbaik di dunia memiliki kesamaan, yaitu nyaman, efisien dan simpel. Prinsipnya sederhana saja, bandara harus memungkinkan penumpang yang baru mendarat untuk segera meninggalkan bandara dan memfasilitasi penumpang yang akan terbang untuk menikmati suasana sambil menunggu keberangkatan.
Bandara Sultan Hasanuddin di Makasar dan Bandara Kuala Namu di Medan merupakan 2 bandara pertama di Indonesia yang di design menggunakan prinsip-prinsip di atas. Sebelumnya design bandara yang dibangun dengan arsitek asing selalu menggunakan design adat yang seringkali mengorbankan kenyamanan, fungsi dan efisiensi.
4. Mewujudkan panser produk Indonesia
Pada awal tahun 2000-an, kondisi perlengkapan militer kita sangat memprihatinkan. Jangankan untuk bertempur, sekedar latihan atau bahkan menjalankan tugas rutin saja kendaraan tempur kita jauh dari layak sehingga terjadi kecelakaan dimana putra putri terbaik bangsa menjadi korban. Berbagai solusi dilakukan dengan mengunjungi PT. Pindad (persero) di Bandung untuk melihat kapasitas mereka memproduksi kendaraan tempur. Hasilnya, Pindad saat itu tidak mempunyai sistem industri dan kapabilitas untuk memproduksi panser, tetapi jika upaya dilakukan secara kolaboratif dengan berbagai pihak yakin pindad bisa.
5. PLTA yang mandiri
Untuk antisipasi dunia bisnis yang terus berubah dan belajar dari pengalaman bisnis berbagai bidang, termasuk telekomunikasi, Kalla Group memutuskan untuk fokus pada bisnis yang stabil dalam jangka panjang. Di bidang listrik, fokus kepada PLTA karena energi yang terbarukan yang tidak memerlukan batu bara, minyak bumi atau gas yang harganya naik turun mengikuti supply demand dunia dan nilai tukar rupiah. Selain itu PLTA adalah energi bersih dan hijau yang sesuai dengan komitmen pemerintah dan dunia untuk jaga lingkungan.
6. Asian Games 2018
Produktivitas bukan hanya dalam membuat sesuatu berupa fisik, tetapi juga dalam melaksanakan program atau proyek dengan prinsip lebih baik, lebih cepat dan lebih murah dengan sistim yang lebih sederhana. Asian Games Jakarta-Palembang telah dilaksanakan bulan Agustus/September 2018 yang lalu dan membanggakan bangsa dengan 3 sukses yaitu sukses pembangunan prasarana, pelaksanaan dan prestasi.
Proses pelaksanaan Asian Games dengan keputusan Presiden sudah berjalan 3 tahun, namun sampai awal tahun 2017 belum banyak kemajuan dan OCA sudah memberi warning akan hal tersebut. Karena itu Presiden meminta untuk menyelesaikan Asian Games itu dengan sisa waktu 15 bulan pada bulan Mei 2017 sebagai Ketua Dewan Pengarah.
Hal pertama yang dilakukan adalah menyederhanakan organisasi. Dengan percepatan organisasi sederhana serta transparansi anggaran serta INASGOC yang diisi anggota tenaga dari mantan TNI-POLRI dan para professional dapat bekerja dengan efektif.
Enam pengalaman diatas hanyalah sebagian dari begitu banyak pembelajaran yang didapatkan dari perjalanan panjang.
Akankah kita bisa untuk terus mendorong produktivitas Indonesia ?
Tentu bisa !
Bandung, Selasa, 14 Januari 2020
By Manda CJI
No Responses