Harga Sebuah Perjuangan

Pernah dengar pepatah barat “No Free Lunch” ?
Pepatah itu mengajarkan bahwa di dunia ini tidak ada yang gratis. Saat menginginkan sesuatu yaa harus berusaha, ndak ada usaha yaa ndak ada hasil. Berbicara tentang usaha, bukan urusan sulit atau tidak sulit, bisa atau tidak bisa, tetapi yang benar adalah perkara mau atau tidak mau ?
Kalo anda malas yaa jangan harap (bisa) menaklukan dunia, oleh diri sendiri saja sudah ditaklukan.
Ditaklukan, kalah, terhempas, terlupakan.
Yaa ndak sampai sekejam itu, tapi rata-rata orang ditaklukan oleh dirinya di akhir pekan. Rebahan sambil main handphone, apalagi ditambah bangun siang merupakan kemewahan duniawi.
Pernahkah terpikirkan jika bermain handphone dewasa ini membutuhkan kuota dan jaringan internet (apalagi yang di rumahnya ndak ada wifi) ?
Yaa… tanpa dipikrkan juga kerasa, kuota 2 giga byte saja jikalau beli minimal bisa seharga 30rb.
Pertanyaannya, mampukah dikau membeli kuota itu menggunakan pendanaan pribadi ?
Dari pemasukan/penghasilan pribadi ?
Untuk mahasiswa dan siswa nampaknya sulit, sebab belum punya pemasukan. Yaa beberapa (orang) mungkin sudah mampuh dan punya pemasukan, tetapi jika ditotal, lebih banyak siswa dan mahasiswa yang belum bisa beli kuota menggunakan anggaran pribadi.
Jadi solusinya gimana (sebab kebutuhan berinternet di handphone sekarang merupakan kebutuhan) ?
Yaa jelas meminta anggaran ke orang tua.
Memangnya meminta pendanaan ke orang tua tidak berat ?
Ndak malu sama umur ?
Yaa malu sih, seperti kata pepatah barat “No free Lunch”, rasa malu adalah sedikit bayaran atas (perjuangan) uang dari orang tua. Jadi yaa ndak mudah, ndak ada yang gratis.
Itu masih level sederhana, pada level tingkat tinggi, ada yang namanya bisnis.
Di dalam dunia bisnis, ada bisnis pembibitan.
Pernah dengar bisnis pembibitan ?
Atau minimal pernah dengar tentang pembibitan ?
Pembibitan adalah suatu aktivitas mengembangbiakan pohon dari biji hingga siap tamam. Salah satu ahli pembibitan yang saya kenal adalah Mang Encep Pembibitan, beliau berkontribusi untuk negeri di program pemerintah Citarum Harum. Disini, tidak ada yang gratis (kecuali oksigen).
Pertama, bibit harus dibeli, lalu disemai hingga menjadi tunas (toge).
Setelah jadi toge di oversack ke polybag yang berisi media tanam.
Media tanam yang digunakan Mang Encep adalah campuran tanah, kotoran ayam dan sekam bakar.
Polybag dan media tanam juga harus dibeli.
Jadi belum juga jadi pohon sudah mengeluarkan biaya, 6 bulan dibiarkan tumbuh di polybag yang berdiameter 15 cm. Setelah 6 bulan di oversack lagi ke polybag yang berdiameter 30cm (polybagnya beli lagi).
Belum ditambah biaya operasional air, listrik, upah pekerja dan uang makan pekerja.
Bibit pun harus dipelihara dan disayang, disiram, dijaga kesehatannya.
Kalo cuma sedikit yang dibibitkan, taruhlah 10 bibit pohon, yaa ndak perlu pakai pekerja.
Coba kalau 200 ribu lebih pohon ?
Kan pasti tidak mungkin dilakukan seorang diri. Setelah bibit mencapai ketingggian 1,2 m baru siap ditanam.
Sulit kannn ?
Yaa meskipun berat tetap dijalani oleh Mang Encep sebagai bakti untuk negeri. Beliau mulai membibitkan di program ini sejak tahun 2018 hingga sekarang (2020).
Bibit yang dihasilkan, yang siap tanam mencapai 280.935 batang, itu belum ditambah yang belum siap tanam.
Butuh kerja keras, biaya dan konsistensi.
Apapum perlu perjuangan dan pengorbanan “No Free Lunch”.
Pengorbanan yang sudah dilakukan oleh Mang Encep adalah beliau sampai harus berhutang ratusan juta ke orang lain demi membayar operasional pembibitan. Meskipun berat, tetap dijalani atas dasar cinta pada negeri.
Qq
Jadi intinya, segala sesuatu harus diusahakan dan diperjuangkan. Banyak pengorbanan yang harus dilakukan untuk mencapai sesuatu, waktu, biaya, tenaga, pikiran bahkan perasaan.
Jadi belajarlah menghargai segala suatu hal.
Bandung, Jum’at, 11 Januari 2020
-Rizal CJI
No Responses