banner 728x90

Karhutla Dalam Perspektif Hukum

Karhutla Dalam Perspektif Hukum

Akhir-akhir ini dunia maya selain dihebohkan dengan Revisi UU KPK, kini terdapat juga kabar terkini mengenai Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). Kasus kebakaran hutan dan lahan ini sudah sering terjadi di beberapa daerah di Indonesia, mulai dari karhutla di daerah Riau, Sampit, Pekanbaru dan masih banyak lagi.

Kini di tahun 2019 kebakaran hutan dan lahan terjadi kembali di daerah Riau dan Sampit, di Riau sudah sering sekali terjadi kebakaran hutan dan lahan yang sengaja dilakukan oleh seseorang untuk membuka lahan baru, padahal di Riau sendiri pemerintah daerah setempat telah membuat slogan “Riau Tanpa Asap”, namun slogan tersebut hanyalah sebuah kata, tanpa implementasi atau gerakan nyata dari pihak terkait.

Jika dilihat dari perspektif hukum pembakaran hutan atau lahan yang digunakan untuk membuka lahan baru jelas tidak di benarkan dan pelaku pembakarannya
dapat dikenakan hukuman pidana dan diberi denda.

Pada UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Di pasal 3 UU No 41 Tahun 1999 tertulis bahwa pemerintah menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang
cukup dan sebaran yang proporsional, namun banyak hutan di beberapa daerah di Indonesia yang dialih fungsikan.
Lalu di pasal 48 terdapat hal yang cukup menarik,
di pasal tersebut tertulis bahwa pemerintah mengatur perlindungan hutan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan, tapi faktanya pemerintah selalu “Kecolongan”.

Jika terjadi kebakaran hutan dan lahan, maka untuk penanganannya pun relatif lambat.
Hal ini sama seperti yang diutarakan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo.

Ia juga mengatakan bahwa ada beberapa keluhan dari unsur TNI dan Polri karena terdapat pejabat daerah yang kurang peduli. itulah yang membuat penanganan karhutla terasa
lambat.

Lalu di pasal 50 ayat (3) huruf D UU No 41 Tahun 1999 tertulis bahwa setiap orang dilarang membakar hutan, dan apabila seseorang melanggar pasal 50 ayat (3) atau membakar
hutan secara sengaja, maka ia dapat dikenakan hukuman yang terdapat pada pasal 78 ayat (3) yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana di maksud
dalam pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)”.
Namun apabila kebakaran
terjadi atas kelalaian/kecerobohan seseorang, maka pelaku pun dapat di jerat dengan Pasal 78 ayat (4) yang berbunyi
“Barang siapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah)”.

Selain dapat di jerat menggunakan UU No 41 Tahun 1999, maka para pelaku pembakaran hutan juga dapat di jerat menggunakan UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. di pasal 108 UU No 39 Tahun 2009 menyebutkan bahwa
jika seseorang dengan sengaja membuka lahan dengan cara di bakar, maka ia akan di kenakan hukuman penjara minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun, serta denda maksimal Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).

Dari beberapa pasal di atas dapat disimpulkan bahwa segala kegiatan/ upaya membuka lahan baru dengan cara dibakar itu dilarang oleh negara dan Undang-Undang yang berlaku,
apabila masih ada seseorang atau perusahaan yang menggunakan metode membakar lahan, maka siap-siap untuk menerima hukuman pidana dan sanksinya.

Bandung, Rabu, 18 September 2019

Salman CJI

banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan